Rabu 23 Mar 2022 16:15 WIB

Satgas Pangan Polri tak Temukan Mafia Minyak Goreng

Satgas Pangan Polri menilai istilah praktik mafia minyak goreng berlebihan.

Pedagang menggoreng ayam jualannya di Pasar Pagotan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (23/3/2022). Pedagang tersebut menaikkan harga jual ayam goreng dari Rp4.000 menjadi Rp4.500 per potong akibat melonjaknya harga minyak goreng yang di kawasan pasar tersebut stok minyak goreng dalam sebulan terakhir.
Foto:

Mendag Muhammad Lutfi saat itu menegaskan, tak ada kata menyerah terhadap permasalahan komoditas pangan yang terjadi di Indonesia. Ia juga menegaskan, tak akan menyerah di hadapan para mafia-mafia pangan.

Ia menjelaskan, kenaikan harga pangan memang menjadi permasalahan dunia dalam dua tahun terakhir, bahkan sebelum pandemi Covid-19. Masalah tersebut semakin diperparah dengan adanya invasi Rusia ke Ukraina yang turut mempengaruhi harga dan distribusi komoditas pangan.

Jelasnya, harga minyak goreng sebelum pandemi adalah sebesar sekira 100 dolar AS dan bahkan menembus 430 dolar AS. Inflasi sudah terjadi di Amerika Serikat dan China sebelum pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina.

"Yang saya katakan, kesalahan yang tidak bisa saya prediksi dari saya itu adalah memprediksi akan terjadi perang yang membuat harga-harga loncat. Itu saya akui dengan sepenuh hati dari hari yang paling dalam," ujar Lutfi.

"Sekali lagi saya katakan, kita sebagai pemerintah, saya sebagai pemerintah tidak bisa kalah dari mafia. Apalagi spekulan-spekulan yang merugikan rakyat, itu saya jamin," tegasnya sekali lagi.

Ia mengungkapkan adanya mafia dan spekulan memanfaatkan hal tersebut untuk meraup keuntungan. Ia mencontohkan tiga provinsi yang distribusi minyak gorengnya cukup untuk masyarakatnya, yakni Sumatra Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Bahkan di Jawa Timur, minyak goreng yang didistribusikan mencapai 91 juta liter.

Sedangkan di Sumatra Utara mencapai 60 juta liter dan DKI Jakarta sebesar 85 juta liter. "Jadi,spekulasi kita, deduksi kami ini ada orang-orang yang mendapat, mengambil kesempatan di dalam kesempitan," ujar Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (17/3/2022).

Ada dua alasan mengapa ketiga provinsi tersebut mengalami kelangkaan minyak, yakni provinsi-provinsi tersebut dekat dengan pelabuhan dan industri minyak goreng berada di sana. "Kalau ini (minyak goreng) keluar dari pelabuhan rakyat, satu tongkang bisa seribu ton atau satu juta liter dikali 7 ribu, 8 ribu rupiah, ini uangnya 8 sampai 9 miliar rupiah," ujar Lutfi.

Kementerian Perdagangan, kata Lutfi, tak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tak kuat untuk memberantas mafia-mafia tersebut.

"Yang dipunyai Kementerian Perdagangan pasalnya ada dua, yaitu Undang-Undang Nomor 7 dan 8, tetapi cangkokannya itu kurang untuk bisa mendapatkan daripada mafia-mafia dan spekulan-spekulan ini," ujar Lutfi.

Ia menjelaskan, pihaknya sudah memberikan data tersebut kepada Polri dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan. Pasalnya ia mengakui, Kementerian Perdagangan tidak bisa sendirian melawan mafia dan spekulan tersebut.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kemarin mengatakan mafia minyak goreng tidak perlu diumumkan namanya. "Saya pikir rencana untuk mengumumkan mafia yang tidak jadi itu serahkan kepada penegak hukum. Saya pikir tidak perlu diumumkan, langsung tangkap saja," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Melihat langkanya minyak goreng dalam dua bulan terakhir, ia memang melihat adanya mafia yang memanfaatkan kondisi tersebut. Dasco menegaskan sekali lagi agar aparat penegak hukum langsung menangkap mereka.

"Kalau kita cek ya memang ada mafianya, tapi tidak perlu digembar-gembor diumumkan. Tangkap aja langsung menurut saya," ujar Dasco.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement