REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Irjen Pol Marthinus Hukom mengatakan, jaringan terorisme mulai mengincar aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di kementerian atau lembaga negara. Demi mencegah hal tersebut, pihaknya akan membentuk alat untuk mengasesmen tingkat radikalisme seseorang.
"Soal ASN kami punya tools yang kami bangun untuk mengasesmen para ASN untuk bisa mengetahui tingkat radikal. Sedang kami susun di Densus bekerja sama dengan BNPT," ujar Marthinus usai rapat dengar pendapat tertutup dengan Komisi III DPR, Senin (21/3).
Kendati demikian, pencegahan masuknya paham radikalisme kepada ASN negara merupakan tugas internal dari kementerian atau lembaga negara tersebut. Pasalnya, para ASN haruslah berpegang teguh pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD ) 1945.
"Begitu juga dengan masyarakat yang lain, ketika kita bicara negara tak ada kata lain selain kita bicara wawasan kebangsaan bagaimana kita melihat bangsa ini. Kita berdiri di atas pilar-pilar, Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, itu sudah wajib untuk berdiri di atas jalan itu," ujar Marthinus.
Ia mengungkapkan, Densus 88 sendiri telah menangkap sebanyak 568 anggota jaringan teroris pada medio 2020 sampai 21 Maret 2022. Pada 2020, Densus 88 telah menangkap 232 anggota jaringan teroris dan pada 2021 sebanyak 370 orang.
"Per Maret 2022, Densus sudah menangkap 56 personel atau anggota jaringan teroris. Artinya secara kuantitatif penangkapan itu meningkat dari tahun 2020 yang 232 menjadi 370," ujar Marthinus.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menyampaikan bahwa dewan ingin Densus 88 bersinergi dengan pihak terkait untuk lebih mengupayakan pencegahan, ketimbang penindakan. Termasuk dalam menanggulangi masuknya paham radikalisme di kementerian atau lembaga negara.
"Kita juga mengingatkan Densus dan BNPT seandainya dimungkinkan, pencegahan yang lebih diutamakan daripada penindakan. Jadi deteksi dini seperti apa, kemudian bagaimana sinergitasnya dengan BNPT, dengan BIN, dengan TNI," ujar Trimedya.