Senin 21 Mar 2022 09:08 WIB

KSP Persilakan Pihak yang Memiliki Tanah di Wilayah IKN Ajukan Klaim

Warga di Kecamatan Sepaku mengaku belum ada pembicaraan nasib tanah mereka.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus raharjo
Warga menjemur pakaian di teras rumahnya yaitu pemukiman yang berada dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (15/3/2022). Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN Nusantara seluas 6.671 hektare itu rencananya akan terbagi menjadi tiga klaster, yaitu klaster kawasan inti pemerintahan, klaster pendidikan, dan klaster kesehatan.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Warga menjemur pakaian di teras rumahnya yaitu pemukiman yang berada dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (15/3/2022). Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN Nusantara seluas 6.671 hektare itu rencananya akan terbagi menjadi tiga klaster, yaitu klaster kawasan inti pemerintahan, klaster pendidikan, dan klaster kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) mempersilakan semua pihak yang merasa memiliki tanah di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara untuk mengajukan klaim. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan mengatakan, klaim bisa disampaikan kepada tim yang dibentuk Gubernur Kalimantan Timur, yakni Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kaltim dan Kantor Pertanahan (Kantah) Balikpapan.

“Pihak yang memiliki info dan data baik mengenai indikasi kepemilikan masyarakat adat ataupun indikasi konflik lainnya dapat menyampaikan kepada tim yang dibentuk gubernur, untuk menjadi bagian yang ditelaah dalam proses kerja yang sudah berjalan,” kata Abetnego, dikutip dari siaran pers KSP, Senin (21/3).

Baca Juga

Ia menjelaskan, mekanisme ini diatur dalam Pergub Kalimantan Timur Nomor 6/2020 tentang Pengendalian Peralihan Penggunaan Tanah dan Perizinan pada Kawasan Calon Ibu Kota Negara dan Kawasan Penyangga. Sebagai informasi, terdapat beberapa kategori lokasi yang akan digunakan untuk pembangunan IKN.

Kategori lokasi tersebut terdiri atas zona inti dan zona-zona pengembangan. Yakni, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Seluas 6.671 hektare, Kawasan IKN 56.180 hektare, dan Wilayah Darat IKN 256.142 hektare.

Abetnego memastikan, tidak ada penguasaan tanah pada zona Kawasan Inti Pusat Pemeritahan. Sebab, fresh land di kawasan hutan. Sedangkan di zona pengembangan terdapat indikasi penguasaan-penguasaan eksisting, baik oleh masyarakat, perusahaan, institusi, ataupun pihak lain terkait.

“Areal itu yang saat ini dilakukan inventarisasi dan verifikasi oleh Kanwil BPN Kaltim dan Kantah Balikpapan,” kata dia.

Ia menambahkan, saat ini tim juga menangani beberapa klaim, baik yang datang dari masyarakat adat. Seperti ahli waris Kesultanan Kutai maupun klaim dari 14 kelompok tani di lokasi IKN.

Ia juga menyampaikan, pemerintah saat ini sedang berproses untuk menyusun peraturan pelaksana UU IKN. Salah satunya, Ranperpres tentang perolehan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, serta pembatasan pengalihan hak atas tanah di IKN Nusantara.

“Aturan tersebut akan mengatur, mengendalikan, dan mengantisipasi permasalahan pertanahan yang ada,” kata Abetnego.

Sebelumnya, warga di pemukiman padat penduduk di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur khawatir dengan pemasangan plang atau papan pemberitahuan batas kawasan inti IKN. Warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Hasanudin mengaku belum ada pembicaraan soal nasib tanah mereka yang ada di lokasi IKN.

"Belum ada negosiasi langsung kepada kami sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah IKN, jadi kami merasa khawatir tentang keberadaan kami saat ini," ujar Hasanudin di Penajam, Sabtu (19/3).

Sebagian besar warga, kata dia, telah memiliki bukti kepemilikan lahan berupa sertifikat tanah, segel ataupun bukti kepemilikan tanah lainnya. Apabila lahan pertanian dan tempat tinggal nantinya terdampak pembangunan IKN Nusantara, katanya, maka ada solusi terbaik untuk masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani tersebut.

"Ketika lahan dan bangunan kami diambil, kemana lagi kami akan tinggal dan mencari penghidupan sehari-hari," ujarnya. Warga Desa Bumi Harapan sepakat mengumpulkan surat kepemilikan lahan dan segera mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertanyakan nasib masyarakat yang tinggal di kawasan inti pemerintahan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement