Jumat 18 Mar 2022 20:59 WIB

Lindungi Kelompok Berisiko Tinggi Meninggal Akibat Covid-19 dengan Vaksinasi

68 persen pasien Covid-19 varian omicron yang meninggal dunia belum divaksinasi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin booster atau vaksin penguat saat gelaran Vaksin Covid-19 Serentak di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Radio Dalam, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2022). Vaksinasi mengurangi risiko kelompok berisiko tinggi meninggal dunia akibat covid-19.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin booster atau vaksin penguat saat gelaran Vaksin Covid-19 Serentak di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Radio Dalam, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2022). Vaksinasi mengurangi risiko kelompok berisiko tinggi meninggal dunia akibat covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksinolog Dirga Sakti Rambe mengungkap dua kelompok yang berisiko tinggi meninggal dunia akibat Covid-19 yaitu lanjut usia (lansia) dan yang memiliki penyakit penyerta (komorbid). Kelompok rentan inilah yang harus mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap bahkan penguat (booster).

"Ada dua kelompok berisiko tinggi (meninggal dunia akibat Covid-19), yaitu lanjut usia karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi juga risiko terkena Covid-19 berat. Kemudian kelompok kedua yaitu yang punya komorbid karena risikonya juga tinggi," ujarnya saat ada di sebuah konferemsi virtual, Jumat (18/3/2022).

Baca Juga

Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan profil orang yang meninggal dunia akibat terpapar Covid-19 termasuk varian omicron tercatat 68 persen belum divaksin lengkap. Kemudian, 49 persen adalah lansia, dan 48 persen lainnya punya komorbid. 

Untuk mengatasi masalah ini, pria yang juga menjabat dokter spesialis penyakit dalam ini mengatakan, salah satu cara menghadapi Covid-19 dengan vaksinasi. Ia menjelaskan, vaksinasi memberikan kekebalan tubuh. Artinya, orang yang divaksin telah memiliki kekebalan tubuh tanpa harus sakit terlebih dahulu. 

Lebih lanjut Dirga menjelaskan, vaksin Covid-19 tetap mengikuti standar yang ada. Yaitu vaksin melewati uji pre klinis, uji klinis fase 1, fase 2, fase 3 kemudian baru mendapatkan persetujuan. 

Ia menambahkan, proses ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan efektivitas vaksin. "Jadi, meski pandemi, vaksin tidak betul kalau melewati tahapannya," ujarnya.

Ia menambahkan, proses vaksinasi juga sudah dilakukan puluhan bahkan ratusan tahun. Kandungan vaksin adalah antigen, kemudian zat tambahan seperti ajuvan, stabilizer. Saat vaksin disuntik ke otot, tubuh akan mengenali antigen.

Lebih lanjut ia menjelaskan, tidak ada perbedaan vaksin Covid-19 buatan dari dalam negeri dengan vaksin produksi luar negeri. Jadi, bukan berarti proses vaksin Covid-19 dalam negeri kemudian dilewati. 

Meski gunakan vaksin Covid-19 jenis apapun, Dirga menegaskan standarnya harus sama. Kemudian tubuh yang divaksin akan melawan dan menghasilkan antibodi. Tubuh akan mengingat sel memori yang telah dibentuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement