REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan, isu penundaan pemilu bukan aspirasi rakyat, melainkan hanya kepentingan nafsu dan syahwat politik di kalangan penguasa. Menurutnya, para penguasa saat ini ingin melanggengkan kekuasaan dengan berbagai cara meskipun inskonstitusional.
"Ide itu menunjukkan menguatnya nafsu dan syahwat politik di kalangan penguasa, untuk tujuan apa, pengawetan kekuasaan oleh elite parpol (partai politik) dan kalangan Presiden Jokowi di Istana," ujar Busyro dalam diskusi daring bertajuk Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman, Rabu (16/3).
Dia menilai, telah terjadi krisis akal budi di kalangan birokrasi dan elite partai politik yang tidak menjalankan amanat rakyat dengan jujur. Bahkan, Busyro menyebut para elite politik yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024 seperti keledai yang tak punya rasa malu.
"Semakin vulgarnya sikap kekuasaan, vulgar banget, tidak ada rasa malu, seperti keledai-keledai politik saja, tidak belajar dari masa lalu," kata dia.
Walaupun inskonstitusional, elite politik dan penguasa terus saja menggulirkan ide penundaan pemilu. Ide ini tentu akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden dan mengawetkan kekuasaan elite politik.
"Ketika konstitusi ini dilanggar dengan sengaja, dengan cara berpikir keledai-keledai politik, itu selain penistaan terhadap konstitusi, itu juga teroris terhadap rakyat terhadap kebangsaan kita," tutur Busyro.
PDIP menolak
Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menyinggung pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menggaungkan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pernyataan tersebut bukan ranah Luhut di bidang kemaritiman.
"Memaksakan, ini yang menurut saya DPR harus mengingatkan dalam hal ini elemen dalam pemerintah. Menteri-menteri bertugaslah sesuai dengan tupoksinya, ranah politik itu ranah partai politik," ujar Masinton ketika menginterupsi rapat paripurna DPR, Selasa (15/3/2022).
Menurut Masinton, pernyataan Luhut justru akan menjadi preseden buruk di masa depan. Pasalnya, saat ini sudah ada anggapan bahwa Indonesia diatur oleh segelintir orang dan kelompok saja. "Ada semacam indikasi yang saya rasakan juga dan masyarakat juga rasakan, seakan-akan negara cuma diatur oleh beberapa orang. Kalau ini kita dibiarkan, ini akan menjadi preseden ke depan, bagaimana demokrasi itu akan dikangkangi," ujar Masinton.
Jika Pemilu 2024 ditunda akan berimplikasi terhadap diperpanjangnya masa jabatan Jokowi sebagai presiden. Menurutnya, itu merupakan suatu pemaksaan yang mengangkangi demokrasi. "Demokrasi itu adalah dialog, bukan pemaksaan terhadap hal-hal yang strategis. Didialogkan, bukan gaya-gaya, ngatur-ngatur, nah ini yang dari dulu kita tentang gaya-gaya, ngatur-ngatur ini. Ini negara gotong royong, semua didialogkan," ujar Masinton.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya blak-blakan mengenai wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Luhut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyatakan kalau taat konstitusi. Hanya saja, ia mengingatkan, konstitusi itu dibuat oleh anggota DPR/MPR.
Jika rakyat memang menghendaki Jokowi terus memimpin maka harus siap menerima konsekuensi itu. Luhut malah balik menyindir ada pihak yang tidak siap jika Pemilu 2024 ditunda, lantaran agenda untuk meraih kekuasaan menjadi gagal.
"Kalau (aspirasi) rakyat berkembang terus gimana? DPR gimana? MPR gimana? Kan konstitusi yang dibikin itu yang ditaati presiden, siapa pun presidennya. Ini orang kan pada takut saja, sudah pingin jadi gini, takut tertunda," ujar Luhut