REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik rencana untuk menunda pemilihan umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, rencana tersebut merupakan upaya segelintir pihak untuk melanggengkan kekuasaannya.
"Kita melihat bahwa ini adalah sebuah permufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara," ujar AHY dalam pelantikan pengurus DPD Partai Demokrat DKI Jakarta dan Maluku Utara di Kemayoran, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Klaim penundaan Pemilu 2024 yang disebut sebagai aspirasi masyarakat juga dipertanyakan olehnya. Pasalnya, banyak hasil survei yang menunjukkan bahwa publik menolak penundaan Pemilu 2024.
"Jangan kita membiarkan ada mereka yang hobinya manipulasi suara, memanipulasi data dan informasi, sepakat? Jangan mempermainkan suara rakyat," ujar AHY.
Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, kata AHY, memang bukan merupakan sesuatu yang haram. Namun, jika langkah tersebut dilakukan untuk menunda Pemilu 2024 dinilainya sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi.
"Konstitusi bukan kitab suci tetapi juga jangan dipermainkan, katanya suara rakyat, suara rakyat yang mana? Kalau kemudian direkayasa sedemikian rupa untuk melanggengkan kekuasaan, ini yang tidak benar," ujar AHY.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid mengeklaim bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan aspirasi masyarakat. Jika ada yang menolak usulan tersebut ia anggap lumrah, tetapi jangan sampai wacana tersebut tak diterima oleh elite politik.
"Jangan sampai juga wacana ditutup, apalagi kita bodoh karena kita menyembah demokrasi, jangan juga mendewakan demokrasi, demokrasi itu alat biasa. Nah yang paling penting itu rakyat, kalau untuk kepentingan rakyat apapun harus dilakukan," ujar Jazilul dalam sebuah diskusi daring, Ahad (13/3).
PKB, kata Jazilul, akan terus menggulirkan usulan penundaan Pemilu 2024 yang disebutnya telah didukung oleh rakyat. Adapun untuk merealisasikannya, dapat dilakukan amandemen UUD 1945 untuk mengatur penundaan kontestasi jika ada kejadian luar biasa menimpa Indonesia.
"Jika melalui cara lain, menurut saya akan berakhir chaos, misalkan dekrit, itu berbahaya. Kita tetap harus berbasis kepada kepentingan rakyat, karena negara ini tujuannya, nah demokrasi bagian dari instrumen itu," ujar Jazilul.