Selasa 15 Mar 2022 16:50 WIB

Kala PDIP Gusar Atas Klaim Luhut, Sebut Ada Harmoko Jilid 2 di Kabinet Jokowi

Satu per satu elite PDIP muncul mengkritisi Luhut soal wacana penundaan pemilu.

Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan (kanan) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Luhut tengah dikritisi oleh elite PDIP terkait wacana usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. (ilustrasi)
Foto:

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pastikan sikap PKB terkait penundaan pemilu belum berubah. Hal tersebut ditegaskannya kembali pada Selasa (15/3/2022).

"Ya masih lah (dukung penundaan pemilu)," kata Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.

"Belum-belum (mengubah sikap)," imbuhnya.

 

Dirinya akan berkomunikasi dengan para ketua umum partai. Ia mengakui komunikasi dilakukan untuk lobi-lobi. Namun dirinya enggan mengungkapkan agenda terdekat terkait rencana itu.

"Rahasia, rahasia," tutur wakil ketua DPR tersebut. 

Sementara, Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mendorong dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk mengatur penundaan pemilu. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tak mengatur penundaan kontestasi secara nasional.

"Aturan di Undang-Undang Pemilu tidak cukup yang menyangkut presiden. Aturan di Undang-Undang Pemilu hanya terkait penundaan pemilu jika satu daerah ada bencana, atau ada wabah, atau ada satupun yang dimungkinkan dilakukan penundaan, dan itu ada di UU Pemilu," ujar Jazilul dalam sebuah diskusi daring, Ahad (13/3/2022).

Karenanya, dibutuhkan amandemen konstitusi untuk mengatur penundaan pemilu. Adapun untuk merealisasikannya, dapat dilakukan amandemen UUD 1945 untuk mengatur penundaan kontestasi jika ada kejadian luar biasa menimpa Indonesia, seperti wabah atau perang.

"Sikap PKB tetap akan melakukan usul penundaan, sepanjang itu disetujui oleh partai-partai politik, dan didukung kehendak rakyat, dan itu dilakukan lewat amandemen konstitusi," ujar Jazilul.

Ia menjelaskan, penundaan pemilu dan amandemen UUD 1945 dapat terealisasi jika adanya kehendak dari masyarakat. Hal serupa pernah terjadi ketika digelarnya Pemilu 1999, meskipun belum berjarak lima tahun dari kontestasi sebelumnya.

"Tahun '99 itu belum sampai lima tahun sekali, tapi tidak ada satupun mengatakan bahwa itu melanggar terhadap kontitusi, karena itu kehendak rakyat yang dianggap benar oleh konvensi. Nah masalahnya, konstitusi kita sekarang perlu mengatur penundaan, bisa penundaan bisa pemajuan," ujar Jazilul.

Jika kehendak rakyat untuk menunda Pemilu 2024 semakin meluas, ia menyebut bahwa MPR dapat melakukan amandemen UUD 1945. Dalam Pasal 37 UUD 1945 diatur bahwa untuk melakukan amandemen dibutuhkan usulan dari 1/3 anggota MPR.

Adapun saat ini, anggota MPR periode 2018-2024 berjumlah 711. orang Sehingga amandemen konstitusi dapat dilakukan jika minimal 237 anggota MPR mengusulkan hal tersebut secara tertulis.

"Kalau nanti dilakukan proses itu maka itu juga harus sesuai kehendak rakyat dan dilakukan mekanismenya dilakukan MPR. PPHN sudah 10 tahun dibahas, penundaan baru dua bulan kok, siapa tahu masyarakat akan melihat itu penting," ujar wakil ketua MPR itu.

 

photo
Penundaan Pemilu 2024 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement