Jumat 11 Mar 2022 16:01 WIB

Tekan Risiko Stunting, Pemeriksaan Kesehatan Tiga Bulan Pranikah Diwajibkan

Melalui pemeriksaan ini pencegahan stunting dilakukan dari hulu ke calon pengantin

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Hiru Muhammad
Peluncuran Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah oleh Menag) Yaqut Cholil Qoumas bersama Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo di Kantor Bupati Bantul, Jumat (11/3).
Foto: Silvy Dian Setiawan.
Peluncuran Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah oleh Menag) Yaqut Cholil Qoumas bersama Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo di Kantor Bupati Bantul, Jumat (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL--Pemerintah mewajibkan pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah. Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, pemeriksaan ini dilakukan untuk menekan angka stunting yang saat ini masih menjadi perhatian.

Dalam memaksimalkan upaya tersebut, pihaknya bersama Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah. Melalui pemeriksaan ini, upaya pencegahan stunting pun dilakukan dari hulu kepada calon pengantin.

Baca Juga

"Butuh tiga bulan diperiksa karena remaja kita ini 37 persen itu yang putri mengalami anemia atau kurang darah, hemoglobinnya kurang dari 11,5 persen dan setelah hamil 48 persen jadi anemia," kata Hasto di Kantor Bupati Bantul, Kabupaten Bantul, Jumat (11/3/2022).

Ketika ibu hamil mengalami anemia, katanya, membuat pertumbuhan bayi yang ada dalam kandungan tidak subur. Hal ini yang menyebabkan anak menjadi stunting.

"Stunting punya kerugian, pertama yakni pendek. Kedua, intelektual rendah, untuk menghafal dan menalar sulit. Orang yang stunting pada usia 45 tahun umumnya sudah sakit-sakitan karena penyakit yang dideritanya," ujar Hasto.

Untuk itu, diwajibkan bagi calon pengantin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah. Tingginya angka anemia, termasuk kurang gizi pada remaja putri sebelum menikah sampai masa hamil, katanya, berpotensi menghasilkan anak stunting.

Oleh karena itu, Hasto menegaskan, pencegahan stunting harus dilakukan sejak sebelum menikah melalui pemeriksaan kesehatan. Hal ini dilakukan dengan alasan apabila ditemukan ketidaknormalan (kondisi patologis) bagi calon istri, maka dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk memperbaiki kondisi patologis tersebut.

"Tiga bulan pra nikah wajib diperiksa, tapi kalau hasilnya (ditemukan) anemia, tidak dilarang menikah, juga kalau undernutrition tetap akan didampingi. Tim pendamping keluarga sudah sampai ke tingkat desa," jelasnya.

Selain itu, sosialisasi terkait stunting ini juga terus digencarkan. Terlebih, angka pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi.

Padahal, kata Hasto, pernikahan dini juga dapat mempengaruhi stunting. Hasto menyebut, berdasarkan data pada 2021, ditemukan bahwa di setiap seribu orang, ada 20 orang yang nikah dini.

"Kalau nikah dini kita mencerminkan orang yang hamil usia dari 15-19 tahun, sekarang angkanya 20/1.000, itu angka real-nya di tahun 2021. Dan di 2020 juga tidak meningkat, (trennya) juga segitu," tambah Hasto.

Saat ini, Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi yakni 24,4 persen. Artinya, kata Hasto, sati dari empat anak stunting dan masih di atas angka standar yang ditetapkan WHO yaitu di bawah 20 persen."Stunting harus di bawah 20 persen, cita-citanya ya 14 persen dan DIY yaitu di Bantul bisa menjadi percontohan karena di bawah 16 persen angka stuntingnya, cukup rendah," katanya.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, penanganan stunting tidak bisa dilakukan oleh pemerintah. Namun, seluruh komponen masyarakat diminta berperan aktif dalam menekan angka stunting yang masih cukup tinggi."Ini menjadi pekerjaan kita semua," kata Yaqut.

Pihaknya juga menyambut baik diluncurkannya Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah di Bantul. Bantul pun diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam penanganan dan menekan stunting.

Di Bantul sendiri, angka stunting sudah mencapai 16 persen. Dengan angka stunting yang sudah hampir mencapai target di Bantul, diharapkan juga diikuti oleh daerah lainnya di Indonesia.

"Kita berharap ini diikuti oleh pemda yang lain, bagaimana keterlibatan dinas kesehatan, juga puskesmas di bawahnya ini bisa berjalan baik. Sehingga, apa yang kita harapkan dalam penanganan stunting ini bisa diselesaikan sesuai target," tambahnya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement