Kamis 10 Mar 2022 13:22 WIB

Cegah Investasi Ilegal, PPATK Pantau Orang 'Kaya Mendadak'

PPATK mengecek aliran dana individu-individu yang 'kaya mendadak' dan memamerkannya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berkomitmen aktif menanggapi kasus-kasus investasi ilegal yang marak terjadi. Foto: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri)
Foto: Antara/Galih Pradipta
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berkomitmen aktif menanggapi kasus-kasus investasi ilegal yang marak terjadi. Foto: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berkomitmen aktif menanggapi kasus-kasus investasi ilegal yang marak terjadi. PPATK mengecek aliran dana individu-individu yang kaya mendadak dan memamerkannya di media sosial. 

Awalnya, PPATK melakukan analisis berdasarkan beberapa trigger, antara lain dari laporan transaksi keuangan mencurigakan dari Penyedia jasa keuangan, pemberitaan media massa dan memantau informasi dari media sosial, misalnya Instagram, Facebook (Meta). Informasi tersebut melalui berbagai proses validasi, proses pengolahan data dan melalui proses persetujuan berjenjang secara ketat di PPATK untuk menghindari adanya conflict of interest.

Baca Juga

"Khusus untuk kasus investasi, PPATK juga memantau informasi yang beredar di media sosial terkait beberapa orang anak muda yang sebelumnya tidak dikenal dan tidak diketahui latar belakang pendidikan, keluarga serta pekerjaannya, tiba-tiba muncul di media sosial dengan memamerkan harta kekayaan berupa barang-barang mewah dengan nilai tidak wajar," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Kamis (10/3/2022). 

Ivan menjelaskan, informasi tersebut kemudian divalidasi karena nama pelaku di media sosial kerap berbeda dengan nama asli. Setelah diperoleh nama yang valid, dilakukan proses pemadanan dengan database PPATK untuk mengetahui apakah ada laporan transaksi keuangan mencurigakan dari penyedia jasa keuangan.

"Selanjutnya dilakukan pengecekan rekening milik pelaku di seluruh penyedia jasa keuangan," ujar Ivan. 

Selanjutnya, PPATK melakukan analisis terhadap transaksi di rekening masing-masing pelaku. Apabila diketahui transaksi tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana, PPATK akan melakukan penghentian sementara transaksi selama 5 hari kerja dan dapat diperpanjang selama 15 hari kerja. 

"PPATK kemudian akan berkoordinasi dengan penyidik dan menyampaikan hasil analisis serta menyampaikan jumlah saldo rekening yang telah dilakukan penghentian sementara, kemudian penyidik akan menindaklanjuti dengan proses hukum berikutnya baik berupa pemblokiran atau penyitaan," ucap Ivan.

PPATK mengimbau masyarakat Indonesia, terutama anak-anak muda untuk lebih berhati-hati apabila ada penawaran investasi dengan imbal hasil yang sangat tinggi dan jauh di atas suku bunga pasar. PPATK meminta masyarakat jeli dan kritis sebelum melakukan investasi, misalnya penawaran investasi forex/crypto yang menjanjikan imbal hasil tetap sampai jatuh tempo. 

"Masyarakat bisa menanyakan, bagaimana bisa forex/crypto yang sangat volatile atau nilainya sangat berfluktuasi, bisa memberikan imbal hasil tetap. Selain itu, perlu juga ditanyakan proses perizinan kepada pihak berwenang, misalnya ke OJK atau Bappebti," imbau Ivan. 

Hingga 10 Maret 2022, PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi terkait dugaan transaksi investasi ilegal sebanyak 121 rekening. Rekening tersebut dimiliki oleh 49 pihak di 56 Penyedia Jasa Keuangan dengan total nominal sebesar Rp353 miliar.

Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 99 miliar telah dilakukan pemblokiran oleh penyidik dari Bareskrim dan. Jumlah ini masih terus bertambah karena proses penelusuran yang dilakukan sejak Januari 2022 masih terus berlangsung.

Adapun, jumlah transaksi terkait investasi ilegal sepertu Sunmod Alkes (Suntik modal alat kesehatan), Forex, Viral Blast, afiliator dan sebagainya mencapai Rp 8.267 triliun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement