Kamis 10 Mar 2022 05:14 WIB

Epidemiolog Harap Cakupan Vaksinasi 100 Persen Sebelum Indonesia Berstatus Endemi

Vaksinasi booster juga diharapkan capai 50 persen dari populasi.

Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (9/3/2022). WHO menargetkan Indonesia untuk mencapai angka vaksinasi sebesar 70 persen di seluruh provinsi pada akhir bulan Mei sebagai langkah persiapan transisi dari pandemi menuju endemi. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (9/3/2022). WHO menargetkan Indonesia untuk mencapai angka vaksinasi sebesar 70 persen di seluruh provinsi pada akhir bulan Mei sebagai langkah persiapan transisi dari pandemi menuju endemi. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengatakan, rencana pemerintah untuk mengubah status pandemi Covid-19 menjadi endemi sebaiknya menunggu cakupan vaksinasi di Indonesia mencapai 100 persen. Vaksinasi booster juga diharapkan masif.

"Karena kita tidak bisa lagi bilang (vaksinasi) cuma 70 persen sesuai target. Kalau mau ke arah sana ya harus semua divaksinasi," kata Bayu saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu (9/3/2022).

Baca Juga

Menurut Bayu, dengan vaksinasi mencapai 100 persen imunitas masyarakat termasuk kelompok rentan dan lansia telah terbentuk dengan level yang sama, sehingga apabila terinfeksi Covid-19 tingkat keparahannya ringan. Selain vaksin dosis satu dan dua mencapai 100 persen, ia juga berharap cakupan vaksinasi booster setidaknya mencapai 50 persen.

"Karena nanti misalnya muncul varian-varian baru mungkin selain Omicron harapannya imunitas sudah terbentuk," kata dia.

Pembentukan imunitas penduduk, menurut dia, menjadi kunci untuk menuju fase endemi. Salah satu indikator vaksinasi mampu meningkatkan imunitas, menurut dia, bisa dilihat dari tingkat keparahan dan kasus meninggal dunia yang menurun.

"Seperti masa Omicron sekarang jumlah kematian tidak sebanyak dulu dan harapannya bisa lebih turun lagi," kata dia.

Peralihan dari pandemi ke endemi, menurut Bayu, layaknya influenza. Virus dan penderitanya masih ada akan tetapi tidak sampai memunculkan keparahan yang berat.

Perubahan pandemi influenza ke endemi membutuhkan waktu yang lama hingga belasan tahun karena belum ada vaksin seperti saat ini. Sehingga, pembentukan imunitas hanya menunggu infeksi alami.

"Flu tidak hilang tapi lama-lama flunya menjadi ringan sehingga sudah tidak menimbulkan kematian lagi. Dulu prosesnya sampai belasan tahun," ujar dia.

Setelah menjadi endemi Covid-19, menurut dia, memakai masker memungkinkan tidak diwajibkan lagi. "Nanti di tempat publik tidak lagi harus pakai masker, jadi hanya disarankan pakai masker kalau sakit," kata dia.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement