Rabu 09 Mar 2022 05:24 WIB

RUU TPKS tak Kunjung Rampung Dibahas, Banyak Proses Hukum Kasus Kekerasan Seksual Mandek

DPR batal membahas RUU TPKS pada masa reses.

Sejumlah massa aksi melaksanakan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional itu menuntut pemerintah untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang tidak diskriminatif dan segera mengesahkan RUU TPKS yang pro terhadap korban kekerasan. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mencatat sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terjadi pada 2021. Berdasarkan data Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan Badan Peradilan Agama (Badilag), terjadi peningkatan signifikan kasus, yakni 50 persen kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.

"Yaitu 338.496 kasus pada 2021 dari 226.062 kasus pada 2020," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia C. Salampessydi acara Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022, Senin (7/3/2022).

Olivia juga mengungkapkan pengaduan kasus kekerasan berbasis genderterhadap perempuan meningkat hingga 80 persen, dari 2.134 kasus di 2020 menjadi 3.838 kasus di 2021. Pengaduan tersebut dilakukan oleh perempuan korban kekerasan kepada Komnas Perempuan.

Selain itu, di Badilag juga terdapat peningkatan kasus sebesar 52 persen, dari 215.694 kasus di 2020 menjadi 327.629 kasus di 2021. Namun, berdasarkan data lembaga layanan, tercatat penurunan jumlah kasus sebesar 15 persen atau sebanyak 1.205 kasus, dengan angka pada 2021 mencapai 7.029 kasus.

"Ini dikarenakan selama dua tahun pandemi Covid-19, sejumlah lembaga layanan sudah tidak beroperasi. Sistem dokumentasi kasus juga belum memadai serta terbatasnya sumber daya," tambahnya.

Komnas Perempuan juga tidak mendapatkan informasi terkait kondisi kasus kekerasan terhadap perempuan dari Provinsi Sulawesi Barat dan Kalimantan Tengah. Sebagian besar data pelapor, yang menyampaikan data laporan kepada Komnas Perempuan dengan mengisi dan mengembalikan kuesioner, adalah dari lembaga di Pulau Jawa.

"Seandainya kapasitas lembaga dan informasi tersedia serta perempuan mendapatkan akses terhadap kanal-kanal komunikasi yang disediakan, maka dapat diprediksi jumlah data yang terhimpun bisa jauh lebih besar dari tahun sebelumnya," ujarnya.

 

photo
Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement