Selasa 01 Mar 2022 17:17 WIB

PPP: Jangan Paksakan Amendemen demi Penundaan Pemilu

PPP menilai pelaksaan pemilu harus berlandaskan amanat konstitusi.

Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi mengatakan penundaan pemilu sebaiknya tidak dilakukan dengan memaksakan amandemen konstitusi.
Foto: Antara
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi mengatakan penundaan pemilu sebaiknya tidak dilakukan dengan memaksakan amandemen konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi menilai amendemen konstitusi menjadi hal yang terkesan dipaksakan. Terutama jika hanya dilakukan untuk kepentingan penundaan pemilu.

"Kalau amendemen konstitusi hanya untuk memuluskan perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu itu kok kayaknya terkesan dipaksakan," kata Achmad Baidowi, dalam Webinar PP GMPI, di Jakarta, Selasa (1/3/2022).

Baca Juga

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Generasi Muda Pembangunan Indonesia (PP GMPI) yang akrab disapa Awiek itu, seharusnya semua pihak memiliki pikiran politik yang sehat yakni dengan menaati konstitusi. "Kami selalu mengatakan janganlah kita berpolitik itu melawan logika kewarasan berpikir. Maksudnya ya, logika kewarasan berpikir yang sekarang bahwa konstitusi yang ada ditaati," kata dia.

Namun, dirinya juga tidak memungkiri bahwa di dunia politik tidak ada yang tidak mungkin. Termasuk soal penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan presiden dan wakil presiden yang diwacanakan belakangan ini.

"Ya sekali lagi ini politik, semuanya serba opsional dan tidak ada yang tidak mungkin dalam perpolitikan. Tentu kami (PPP) tetap berkomitmen akan menjaga amanah reformasi," kata dia pula.

Menurut dia, dalam sejarah kepemiluan bangsa Indonesia sebenarnya memang ada beberapa kejadian yang mirip dengan wacana penundaan pemilu kali ini. Seperti pemilu dimajukan pernah terjadi pada 1999 yang harusnya terjadwal pada 2002.

Begitu pula, lanjut Awiek, pada 1955, kemudian di zaman Orde Baru juga pemilu yang harusnya pada 1971 jadi bergeser penyelenggarannya ke 1972. "Tapi kita tidak perlu kembali ke masa lalu, kita melihat masa depan, kita harus menatap masa depan demokrasi kita, pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Maka kita berharap konstitusi yang sudah sepakati bersama itu ditaati dulu," ujarnya lagi.

Kalaupun, menurut Awiek, ada wacana-wacana penundaan pemilu, maka harus membongkar, amendemen konstitusi yang ada saat ini. Menurut dia, perdebatan apakah pemilu bisa diundur atau tidak awalnya, karena melihat kegelisahan yang disampaikan oleh para pelaku ekonom terkait kondisi ekonomi dampak pandemi yang kemudian belakangan juga disampaikan oleh Muhaimin Iskandar dan Zulkifli Hasan.

"Ya bisa jadi ada benarnya yang disampaikan itu, tapi kan kita tidak tahu siapa-siapa (pakar) yang diajak diskusi, tetapi paling tidak dari aspek pemulihan ekonomi memang tantangan hari ini," kata dia.

Secara faktual, menurutnya, kondisi ekonomi belakangan ini memang berat dibandingkan situasi normal, namun beratnya dari sisi ekonomi itu apakah memang harus berdampak dengan menunda pelaksanaan pemilu. Hal itu, katanya, memang perlu dikaji secara bersama-sama, apalagi biaya Pemilu 2024 yang direncanakan membutuhkan Rp 84 triliun.

Sedangkan mengenai persoalan konstitusional dan inkonstitusional penundaan pemilu, menurut Awiek, bisa saja menjadi sah ketika terjadi amendemen konstitusi. "Dalam politik semuanya serba mungkin, meskipun kami (PPP) sebagai representasi dari fraksi terkecil di DPR di MPR tentu memiliki suara yang tidak signifikan, tetapi kalau kehendak mayoritas misalkan menginginkan amendemen, bisa saja, karena kekuatan politik di DPR dan MPR sudah terkonsolidasi dengan baik," ujarnya.

Namun demikian, menurut Achmad Baidowi, untuk saat ini tidak ada wacana ataupun rencana amendemen terhadap konstitusi. Faksi PPP menilai amendemen konstitusi hanya untuk memuluskan perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu, maka hal itu terkesan dipaksakan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement