REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami jumlah fee yang diterima tersangka suap dan gratifikasi, Herman Sutrisno (HS). Wali Kota Banjar periode 2003 hingga 2013 itu diyakini menerima suap dari berbagai pihak swasta pemenang proyek di lingkungan pemerintah kota Banjar.
Hal tersebut dikonfirmasi KPK saat memeriksa tiga kepala dinas serta dua pihak swasta terkait kasus tersebut. Pemeriksaan dilakukan pada Kamis (24/2) lalu di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat.
"Para saksi didalami pengetahuannya terkait dengan dugaan banyaknya pihak swasta yang sekaligus kontraktor yang memenangkan proyek di Pemkot Banjar memberikan sejumlah uang sebagai fee bagi tersangka HS," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Sabtu (26/2).
Adapun, saksi yang diperiksa antara lain Kepala Dinas Keuangan dari tahun 2010 hingga 2011, Fenny Fahrudin; Kepala Dinas PU Kota Banjar dari tahun 2010 hingga 2013, Ijat Sudrajat; Kepala Dinas PUPR Kota Banjar tahun 2013 hingga 2020, Edy Jatmiko; Direktur PT Prima Mulya, Citra reynantra dan Direktur Operasional PT. Pribadi Manunggal, Guntur Rachmadi.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Herman Sutrisno (HS) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Herman ditetapkan sebagai tersangka bersama bersama dengan Direktur CV. Prima, Rahmat Wardi sebagai pihak swasta.
Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar antara tahun 2012 hingga 2014. Total nilai proyek yang dikerjakan mencapai Rp 23,7 miliar.
Rahmat memberikan fee proyek antara 5 hingga 8 persen dari nilai proyek sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman. Selanjutnya sekitar Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar.
Nilai pinjaman yang disetujui sekitar Rp 4,3 miliar. Nominal tersebut kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya dengan cicilan pelunasan pinjaman tetap menjadi kewajiban Rahmat.
KPK meyakini bahwa Rahmat beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh Herman.
KPK menduga Herman juga banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek selama masa kepemimpinan Herman sebagai kepala daerah. Saat ini tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud.