Kamis 24 Feb 2022 18:54 WIB

Kejakgung Tetapkan Dua Tersangka Dugaan Korupsi Garuda Indonesia

Kejakgung masih menunggu BPKP terkain nilai kerugian negara dari kasus ini.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus raharjo
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memberikan pernyataan pers terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi di Garuda Indonesia, Kamis (24/2/2022). (Ilustrasi)
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memberikan pernyataan pers terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi di Garuda Indonesia, Kamis (24/2/2022). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk 2011-2021. Sebelumnya sebanyak enam orang diperiksa namun, hanya dua yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Enam orang telah kita lakukan pemeriksaan dan dari enam orang itu kami menetapkan dua orang jadi tersangka," Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam keterangan persnya, Kamis (24/2/2022).

Baca Juga

Lanjut Burhanuddin, kedua tersangka itu adalah VP Strategic Management Office PT Garuda Indonesia 2011-2012, Setijo Awibowo (SA). Kemudian tersangka kedua adalah Eksekutif Project Manager Aircraft Delivery 2009-2014, Agus Wahjudo (AW).

“Dalam rangka mempercepat proses penyidikan dua orang tersebut, SA ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejakgung dan AW di Rutan Salemba Cabang Kejakgung,” ujar Burhanuddin.

Selain menetapkan kedua pejabat internal maskapai BUMN itu, Burhanuddin menambahkan, penyidik juga telah menyita 580 dokumen dan barang elektroknik berupa sebuah telepon seluler dalam perkara tersebut. Bahkan, ada juga satu kotak dokumen dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sewaktu menangani perkara di Garuda Indonesia.

Selanjutnya, kata Burhanuddin, pihaknya masih berkoordinasi dengan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara. Hingga saat ini, pihaknya masih menunggu hasil perhitungan tersebut.

“Dalam waktu dekat akan kami sampaikan berapa nilai kerugiannya, tapi cukup signifikan,” tegas Burhanuddin.

Menurut Jaksa Agung, perkara ini berawal pada saat pengadaan pesawat berbagai tipe, seperti Bombardier, CRG 1000 dan ATR 72600 di periode 2011-2021. Pengadaan itu disebut terdapat penyimpangan dalam prosesnya. Kajian pengadaan pesawat memuat analisis pasar rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, serta proyeksi keuangan yang tidak disusun atau dibuat secara memadai.

"Berdasarkan prinsip pengadaan barang-jasa yaitu efektif, efisien, kompetitif, transparan, adil, wajar, dan akuntabel, dia tidak lakukan itu,” tegas Burhanuddin

Justru, Kejakgung menilai dalam proses pelelangan itu mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang Bombardier dan ATR 72600. Adapun kedua pihak itu, adalah penyedia barang dan jasa yang berada di Kanada dan Perancis.

“Ada pengarahan untuk mengambil satu jenis pesawatnya,” tutur Burhanuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement