Rabu 16 Feb 2022 08:52 WIB

Buruh Ancam Pidanakan Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan Terkait JKP

Buruh sebut program JKP berasal dari subsidi dana Jaminan JKK dan JKm

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden KSPI Said Iqbal memberikan orasi saat aksi buruh di depan Gedung DPR, Jakarta. Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) berencana mempidanakan Menteri Ketenagakerjaan dan direksi BPJS Ketenagakerjaan terkait pelaksanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebab, program itu dinilai melanggar undang-undang.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Presiden KSPI Said Iqbal memberikan orasi saat aksi buruh di depan Gedung DPR, Jakarta. Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) berencana mempidanakan Menteri Ketenagakerjaan dan direksi BPJS Ketenagakerjaan terkait pelaksanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebab, program itu dinilai melanggar undang-undang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) berencana mempidanakan Menteri Ketenagakerjaan dan direksi BPJS Ketenagakerjaan terkait pelaksanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebab, program itu dinilai melanggar undang-undang.

"Kalau nanti JKP dijalankan, kami akan tuntut direksi BPJS Ketenagakerjaan secara pidana. Menteri Ketenagakerjaan akan kami tuntut pidana juga," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi daring, Selasa (15/2/2022).

Baca Juga

Program JKP diluncurkan pemerintah awal bulan ini guna menutup celah yang ditinggalkan program Jaminan Hari Tua (JHT). Sebagaimana diketahui, pemerintah membuat aturan baru yang mensyaratkan pencairan dana JHT bisa dilakukan saat pekerja berusia 56 tahun, yang berarti tak bisa lagi diambil saat pekerja berhenti bekerja.

Menurut Said, pembiayaan program JKP berasal dari rekomposisi dana Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Pihaknya menolak keras skema subsidi silang antar program jaminan sosial ini.

"Kita bayar JKP dan JKm buat diri kita sendiri, lalu uangnya dipakai sebagian buat pesangon orang lain yang disebut JKP. Masuk akal nggak?" ujarnya.

Said menegaskan, skema subsidi silang antar program jaminan sosial jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam UU tersebut, kata dia, terdapat pasal sanksi dengan ancaman hukuman penjara 8 tahun.

"Jadi silahkan saja jalankan JKP, tapi kami pasti akan lawan itu," kata Said menegaskan rencana mempidanakan Menteri Ketenagakerjaan dan direksi BPJS Ketenagakerjaan.

Said menambahkan, kehadiran program JKP juga bersifat inkonstitusional. Sebab, JKP merupakan amanat dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law), sebuah produk hukum yang telah diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia juga menyoroti pernyataan Menteri Ketenagakerjaan yang menyebut pemerintah membiayai program JKP dengan setoran dana awal Rp 6 triliun. Menurut Said, penggunaan APBN untuk iuran jaminan sosial ini juga melanggar putusan MK.

"Jadi, ketika JKP mau didorong menggunakan peraturan baru yang memungkinkan penggunaan APBN yang disebut-sebut Rp 6 triliun ... itu berimplikasi dengan putusan MK nomor 7. Itu pelanggaran konstitusi," ungkap Said.

Amar putusan MK nomor 7 adalah menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca juga : Nilainya Terlalu Kecil, JKP Dinilai tak Bisa Gantikan JHT

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, program JKP memang sepenuhnya ditanggung pemerintah sehingga pekerja tak perlu membayar iurannya. Ida tak ada menyebut bahwa dana program JKP berasal dari rekomposisi dana jaminan sosial lainnya.

"Iuran program JKP dibayar pemerintah setiap bulan. Bahkan, pemerintah sudah mengeluarkan dana awal sebesar Rp 6 triliun untuk program JKP ini," kata Ida dalam keterangan videonya yang diterima Republika, Selasa (15/2/2022).

Menurut website resmi BPJS Ketenagakerjaan, manfaat uang tunai program JKP diberikan setiap bulan selama enam bulan kepada pekerja korban PHK. Selama tiga bulan pertama besarannya 45 persen dari gaji. Tiga bulan terakhir sebesar 25 persen dari gaji.

Persentase manfaat itu didasarkan pada besaran gaji terakhir yang dilaporkan pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas maksimal Rp 5 juta. Artinya, maksimal dalam tiga bulan pertama pekerja akan menerima manfaat uang tunai sebesar 2.250.000 per bulan.

Polemik dana jaminan sosial para pekerja ini bermula pada 2 Februari 2022 ketika Ida meneken Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Aturan yang mulai berlaku 4 Mei 2022 ini menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun, atau mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Baca juga : Menaker Ida: Iuran JKP Dibayar Pemerintah, Sudah Bayar Rp 6 Triliun

Masih dalam ketentuan tersebut, pekerja yang menjadi korban PHK, ataupun mengundurkan diri dari pekerjaannya, juga akan menerima JHT saat usia 56 tahun.

Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker 19/2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement