Senin 14 Feb 2022 15:37 WIB

DPR Minta Tinjau Ulang Aturan Baru Pencairan JHT Saat Usia 56 Tahun

Ketua DPR menilai aturan baru pencairan JHT memberatkan para pekerja

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nur Aini
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jamiman Hari Tua (JHT) memberatkan para pekerja yang membutuhkan pencairan JHT sebelum usia 56 tahun.
Foto: istimewa
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jamiman Hari Tua (JHT) memberatkan para pekerja yang membutuhkan pencairan JHT sebelum usia 56 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI, Puan Maharani, menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jamiman Hari Tua (JHT) memberatkan para pekerja yang membutuhkan pencairan JHT sebelum usia 56 tahun. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19, tak sedikit pekerja yang kemudian dirumahkan atau bahkan terpaksa keluar dari tempatnya bekerja.

Puan meminta agar Permenaker tersebut ditinjau kembali. Ia juga mengingatkan Pemerintah untuk melibatkan semua pihak terkait untuk membahas persoalan JHT, termasuk perwakilan para pekerja/buruh dan DPR.

Baca Juga

"Dalam membuat kebijakan, Pemerintah harus melibatkan partisipasi publik dan juga perlu mendengarkan pertimbangan dari DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2/2022).

Ia menegaskan, kebijakan itu sesuai peruntukan JHT,  namun tidak sensitif pada kondisi masyarakat. Meski para pekerja yang terdampak PHK (pemutusan hubungan kerja) bisa memanfaatkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), hal tersebut dianggap tidak cukup. Puan menilai, JKP bukan solusi cepat bagi pekerja yang mengalami kesulitan ekonomi.

"Program JKP sendiri baru mau akan diluncurkan akhir bulan ini. Untuk bisa memanfaatkannya, pekerja yang di-PHK harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang prosesnya tidak sebentar," ujarnya.

Selain itu, mantan Menko PMK ini menilai, subsidi atau bantuan sosial dari Pemerintah tidak bisa menjadi jawaban utama untuk masyarakat yang terkena dampak PHK. Selain karena program tersebut belum bisa menjangkau seluruh korban PHK, subsidi dan bansos bukan solusi jangka panjang.

"Padahal masyarakat harus terus melanjutkan hidup. Mereka harus mampu bertahan dengan mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarganya," ucapnya. 

Baca:

Polisi Selidiki Tragedi Ritual Tewaskan 11 Orang di Pantai Jember

Soal JHT, Anggota DPR: Masih Belum Puas Juga Membuat Buruh Susah.

Wali Kota Surabaya: Isolasi Terpusat Efektif Cegah Klaster Keluarga

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement