REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan mengatakan, pemerintah tengah berupaya menyediakan payung hukum yang adaptif bagi para pengguna platform telemedisin. KSP pun siap mendukung Kementerian Kesehatan dan K/L lainnya dalam menjawab kebutuhan regulasi bagi layanan telemedisin dan memastikan tidak ada celah regulasi yang merugikan.
“Kebutuhan perlindungan hukum akan semakin tinggi seiring dengan penggunaan telemedisin itu sendiri. Jika nanti ada kasus etik, malpraktik, fraud, moral hazard dan semacamnya baik dari sisi pasien atau pun dokter, kita sudah siap untuk mengatasinya. Ini masih jadi PR pemerintah juga untuk mempelajari lebih detil, potensi-potensi masalah yang akan terjadi,” kata Abetnego, dikutip dari siaran pers KSP, Senin (14/2).
Abetnego menambahkan, Presiden Joko Widodo memberikan perhatian besar terhadap perkembangan telemedisin yang menjadi pivot penting dalam pelayanan kesehatan khususnya terkait Covid-19.
“Pemerintah akan membuat Smart Regulation dalam mengimbangi perkembangan teknologi dan inovasi yang begitu cepat. Pelayanan kesehatan melalui telemedisin pada dasarnya berbasis internet dan harus teregulasi dengan baik. Untuk itu, harus didukung dengan ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai,” kata dia.
Penyelenggaraan telemedisin tertuang dalam Permenkes 20/2019 dan Kepmenkes 01.07 tahun 2021. KSP sendiri menilai masih terdapat celah regulasi yang seharusnya bisa direspon untuk memastikan agar pelayanan telemedisin dapat berjalan lebih optimal.
Beberapa celah regulasi tersebut mencakup jaminan perlindungan data privat, kerahasiaan rekam medis yang terintegrasi antar fasiltas kesehatan (faskes), dan perlindungan hukum khususnya bagi tenaga medis yang memberikan pelayanan.
Sejalan dengan Abetnego, Rico Mardiansyah selaku perwakilan Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan dalam acara Webinar bersama The United Nations Development Programme (UNDP) pada Sabtu (12/2), juga menekankan pentingnya regulasi terkait penyelenggaraan telemedisin.
Terlebih lagi, menurutnya, kebutuhan harmonisasi kebijakan juga perlu segera dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum yang ada saat ini.
“Perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi tenaga kesehatan penyelenggara tenaga kesehatan perlu didorong agar pemberian pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat di seluruh wilayah Indonesia dapat tercapai. Hukum itu sendiri harus dinamis menjawab modernisasi pelayanan kesehatan,” kata Rico.