REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–-Berbagai Perguruan Tinggi telah mengadakan beragam seminar dan pertemuan mengenai stunting, saya tunggu tindakan nyata di masyarakat. "Beberapa sudah merencanakan programnya melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, saya tahu hal ini mudah diucapkan tetapi tidak mudah dilakukan," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dokter Hasto Wardoyo saat menerima audiensi Universitas Teuku Umar (UTU) Aceh secara daring, Rabu, (9/2/2022).
Dalam kesempatan tersebut Dokter Hasto mengapresiasi dan berterimakasih pada upaya nyata yang telah dilakukan UTU. Sebagai bagian dari tri dharma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Bisa menjadi Universitas yang awal dan pertama memiliki kepedulian pada stunting tidak hanya kebijakan namun juga langsung bergerak ke lapangan, dengan melakukan pengabdian masyarakat berbasis riset di Simeuleu.
“Ternyata upaya ini memberikan dampak signifikan menurunkan prevalensi stunting. Ini bukti nyata, apa yang sudah dilakukan bisa di replikasi di Kabupaten yang lain. UTU juga sudah menyusun kurikulum kampus merdeka dan merdeka belajar, dan sudah enam bulan dilakukan.” ujarnya.
Lebih lanjut Kepala BKKBN menjelaskan bahwa, saat ini pihaknya telah menyusun Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) yang berisi petunjuk untuk melakukan konvergensi diantara Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan mitra-mitra lainnya. Mengerucutkan pada satu titik yakni keluarga yang memiliki risiko anak stunting.
BKKBN juga telah melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama upaya percepatan penurunan angka stunting pada tanggal 7 Februari yang lalu dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud). Kemdikbud juga telah menjalankan program pendanaan pendamping antara kampus dan mitra, melalui program Kedaireka yang bisa dimanfaatkan.
Plt. Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani menjelaskan, “Perguruan tinggi di Indonesia telah banyak mengambil peran dalam upaya percepatan penurunan stunting yang fokus melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik, pengabdian masyarakat dan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), hal ini sejalan dengan program Mahasiswa Peduli Stunting (Penting) yang dilakukan BKKBN,” jelas Dani.
Menurut Dwi Listyawardani, saat ini sudah ada sekitar 321 perguruan tinggi yang telah melakukan kerjasama dengan BKKBN Pusat dan Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi di seluruh Indonesia, serta telah bekerjasama dengan Forum Rektor. “Saya berharap nantinya di semua Kabupaten Kota minimal bisa didampingi oleh satu perguruan tinggi, baik peran perguruan tinggi sembagai lembaga maupun peran langsung mahasiswanya,” kata Dani.
Hadir dalam audiensi tersebut dari BKKBN Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan, Profesor Rizal M. Damanik; Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Aceh, Sahidal Kastri; Direktur Kerjasam Pendidikan Kependudukan, Edi Setiawan; sementara dari UNiversitas Teuku Umar hadir Wakil Rektor UTU, Mursyidin; Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat UTU, Darmawi.
Program Cegah Stunting Jambo Gizi
Dalam audiensi tersebut, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UTU, Teuku Muliadi memaparkan rencana program pemberdayaan keluarga Jambo Gizi (JAZI) sebagai upaya pencegahan stunting. “JAZI merupakan pemberdayaan masyarakat berbasis pengabdian dan riset di tingkat keluarga dengan tujuan percepatan penurunan prevalensi stunting balita di wilayah Barat Selatan Aceh, direncanakan selama 3 tahun dengan fokus utama pada 1000 hari pertama kehidupan,” paparnya.
Menurut Teuku Muliadi wilayah Barat Selatan Aceh (Barsela) yakni di delapan Kabupaten. Wilayah ini dipilih salah satunya karena tingkat kemiskinannya termasuk tertinggi di Aceh. Bahkan salah satu kabupaten merupakan penyumbang kemiskinan tertinggi di Aceh yakni Kabupaten Aceh Singkil.
“Daerah Barsela juga menjadi wilayah penyumbang angka stunting tertinggi diantara Kabupaten lainnya. Dari delapan Kabupaten hanya empat dengan prevalensi stunting sedang sedangkan empat lainnya merupakan penyumbang angka stunting diatas 30 persen, yaitu Nagan Raya, Aceh Jaya, Abdya dan Subulussalam,” urai Teuku Muliadi.
Program prioritas JAZI yang akan dilakukan diantaranya, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga mellaui rumah pangan terpadu, budidaya ternak kambing Ettawa, budidaya ikan air tawar, serta pengembangan pusat pangan lokal desa dengan memanfaatkan potensi pangan yang ada seperti buah gadung, ubi, daun kelor dan lainnya.
Kemudian juga akan dilakukan pendidikan dan pelatihan, pembuatan makanan tambahan dan dapur sehat, sosialisasi kesehatan reproduksi pada calon pengantin, dan sosialisasi keluarga sadar gizi. “Target lainnya dari kami adalah adanya sisi kebijakan di tingkat desa dengan terbitnya Qanun Gampong yang nantinya bisa menjadi acuan di desa lokus stunting yang dipatuhi sebagai norma sosial, hukum dan budaya,” kata Teuku Muliadi.