REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU--Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Barat mendorong lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) provinsi maupun kabupaten di daerah itu bersinergi mencegah terjadinya pernikahan dini.
"Pentingnya peran serta LSM dan DWP untuk ke depan adanya nota kesepahaman atau MoU agar dapat secara bersama-sama pemerintah berperan pada pencegahan pernikahan dini atau pernikahan anak, yang di dalamnya memperluas akses dengan penyuluh KB termasuk dalam penangan 'stunting' (tengkes)," kata Kepala BKKBN Sulbar Nuryamindi Mamuju, Senin (24/1).
Ia menyampaikan hal tersebut pada webinar tali kasih yang dilaksanakan DWP Provinsi Sulbar. Kegiatan yang diikuti DWP se-kabupaten di Sulbar itu menghadirkan narasumber Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan Prof Dr Abdul Razak Taha dan Kepala BKKBN Provinsi Sulbar Nuryamin.
BKKBN, memberi batasan usia kawin ideal bagi perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun."Dengan pertimbangan sisi kesehatan dan kemampuan perkembangan emosional untuk menjalani kehidupan keluarga. Faktor yang mempengaruhi pernikahan dini, di antaranya masalah ekonomi, pendidikan dan budaya serta rentannya perilaku seks pranikah," katanya.
Terkait dengan kekerdilan, Nuryamin berharap, DWP sebagai mitra strategis pemerintah dapat mengambil peran aktif membantu pemerintah mengimplementasikan serangkaian program-program penanganan tengkes yang telah disusun, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten."Sehingga kolaborasi dan sinergitas percepatan penurunan angka 'stunting' dan termasuk pernikahan dini dapat terwujud," ujarnya.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Unhas Prof Dr Abdul Razak Taha menekankan pentingnya pencegahan dan penanganan masalah gizi secara lintas sektor dan peran ibu untuk membantu kepastian program pemerintah berjalan secara optimal."Dampak 'stunting' terhadap SDM, dampak masalah gizi dan kesehatan, pencegahan yang tidak dari sekarang dilakukan akan berdampak beban kesehatan pada masa mendatang selain dari ekonomi bagi yang mengalami 'stunting'," katanya.
Ia mengatakan tentang dampak secara signifikan atas perbaikan gizi terhadap kualitas sumber daya manusia dan kesehatan."Maka dengan memperbaiki keadaan gizi remaja putri, ibu hamil dan bayi, serta menjaga pertumbuhan anak akan memiliki dampak positif yang signifikan," kata dia.