REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan tindakan Polres Seluma yang melakukan pemanggilan terhadap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bengkulu pada 27 Januari 2022. Pemanggilan tersebut dilakukan terkait aksi tolak tambang pasir besi yang dilakukan WALHI Bengkulu bersama warga Seluma di lokasi pertambangan PT Faming Levto Bakti Abadi (PT FLBA).
Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, menilai dasar pemanggilan Direktur WALHI Bengkulu terkait laporan dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pasir besi milik PT FLBA lemah. Polres Seluma, lanjut Rivanlee, menggunakan Pasal 162 UU Nomor 3 Tahun 2020 (Revisi UU Minerba) sebagai dasar pemanggilan tersebut.
"Hal ini semakin mempertegas bahwa ketentuan pidana tersebut sangat problematis dan bersifat opresif. Kepolisian juga akan semakin mudah untuk mempidanakan secara paksa pejuang lingkungan yang menolak kehadiran aktivitas pertambangan yang dapat merusak lingkungan," kata Rivanlee dalam keterangan kepada wartawan, Rabu (2/2/2022).
Rivanlee menegaskan pemidanaan terhadap aktivis lingkungan merupakan tindakan pelecehan terhadap Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Aturan itu menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
"KontraS mendesak Kepolisian Resor Seluma menghentikan proses penyelidikan atas laporan dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pasir besi milik PT FLBA dan Komnas HAM untuk responsif menyikapi upaya kriminalisasi terhadap pembela HAM, khususnya dalam kasus ini pejuang lingkungan hidup," ujar Rivanlee.
Di sisi lain, KontraS mencatat sepanjang 2021, setidaknya terdapat 25 kasus kriminalisasi terhadap aktivis yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungannya. "Dari jumlah tersebut, sebanyak 94 orang ditangkap meliputi masyarakat adat, warga sipil hingga pendamping hukum masyarakat," ucap Rivanlee.
Sebelumnya, aksi penolakan warga Seluma terhadap tambang pasir besi di Seluma dilakukan pada 23 Desember 2021. Warga Seluma menginap di lokasi tambang pasir besi hingga dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian pada 27 Desember 2021. Warga diduga menjadi korban tindak kekerasan aparat.
Bahkan setidaknya terdapat sembilan orang yang ditangkap pihak Kepolisian dan dibawa ke Polres Seluma. Selain itu, WALHI Bengkulu pernah melaporkan PT FLBA ke Polda Bengkulu pada 8 Desember 2021 dengan dugaan aktivitas pertambangan ilegal PT FLBA.