Rabu 02 Feb 2022 19:09 WIB

Kasus Covid-19 Naik, Siswa dan Orang Tua Lebih Setuju PJJ

Jika mau melaksanakan PTM 25 persen, Pemprov Banten perlu melihat kondisi di lapangan

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
 Siswa sekolah dasar ditemani oleh seorang pria yang mengenakan kostum Spiderman menunggu giliran untuk menerima dosis vaksin sinovac selama upaya vaksinasi covid-19 untuk anak-anak antara usia enam hingga 11 tahun, di sebuah sekolah dasar Islam Al-Ashar di Tangerang, Senin (17/1) dini hari WIB. Beberapa provinsi di Indonesia salah satunya Banten berlomba-lomba menyuntik vaksin untuk anak usia 6-11 tahun, guna mencapai imunitas komunal dan mempercepat penyerapan vaksin.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Siswa sekolah dasar ditemani oleh seorang pria yang mengenakan kostum Spiderman menunggu giliran untuk menerima dosis vaksin sinovac selama upaya vaksinasi covid-19 untuk anak-anak antara usia enam hingga 11 tahun, di sebuah sekolah dasar Islam Al-Ashar di Tangerang, Senin (17/1) dini hari WIB. Beberapa provinsi di Indonesia salah satunya Banten berlomba-lomba menyuntik vaksin untuk anak usia 6-11 tahun, guna mencapai imunitas komunal dan mempercepat penyerapan vaksin.

REPUBLIKA.CO.ID, CIPUTAT -- Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SMA/sederajat di Tangerang Selatan (Tangsel) dikritisi oleh para siswa serta orang tua siswa.

Dengan kondisi melonjaknya kasus Covid-19 yang terjadi, terutama maraknya Omicron, pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring dinilai sebagai langkah yang lebih baik dibandingkan PTM untuk menekan penyebaran Covid-19.

Baca Juga

Yana (17 tahun), siswa kelas XII SMA Negeri 2 Tangsel berpendapat, dirinya cenderung memilih pembelajaran daring saat ini di tengah kasus Covid-19 yang kian meningkat.

Hal itu dipilihnya meskipun diakui dalam pelaksanaan PTM, pelajaran yang disampaikan guru lebih efektif dan mudah dipahami daripada secara daring.

"Sebenarnya secara pembelajaran lebih cocok PTM, kita kan butuh interaktif tanya jawab untuk memudahkan memahami materi. Tapi saya khawatir, misalkan saya PTM terus menjadi pembawa (carrier) virus ke rumah, kan ada orang-orang tua, jadi saya lebih memilih daring untuk keselamatan saya dan keluarga," ujar Yana saat ditemui di SMAN 2 Tangsel, Rabu (2/2/2022).

Menurutnya, kesehatan diri dan keluarga menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pasalnya, jika jatuh sakit, justru menjadi sulit menjalani aktivitas apapun, terutama kegiatan pembelajaran.

"Jadi istilahnya misalkan saya sehat saya pun mengerti pelajaran yang sedang saya pelajari, ketimbang saya sakit akan lebih susah belajarnya dan pemahaman berkurang," ujar dia.

Senada, orang tua Yana, yakni Yuli (55) mengaku cenderung setuju diterapkan PJJ bagi para siswa. Pasalnya ditemukannya banyak kasus terkonfirmasi positif Covid-19 bagi warga sekolah, sehingga sekolah lockdown sementara.

Terlebih, secara pribadi, Yana mengatakan dirinya serta anak dan sejumlah saudaranya sempat mengalami gejala-gejala Covid-19 usai bepergian dari luar kota pada satu bulan yang lalu. Gejala yang dialami seperti panas, sakit tenggorokan, batuk, mual, sehingga sempat menjalani isolasi mandiri (isoman).

"PTM 50 persen yang sudah berlangsung sebelumnya itu bagus, positifnya anak kan boring di rumah, tapi begitu banyak kasus, akhirnya sekolah lockdown. Sekarang 25 persen, kalau memang baik, mudah-mudahan selamanya baik, tapi lebih baik nunggu stabil dulu deh, karena kita enggak bisa mengelak kasusnya cepat menyebar," ujar dia.

Dia berpendapat, jika memang harus melaksanakan PTM 25 persen yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Banten, perlu dilihat kondisi secara riil di lapangan. Menurutnya, dalam beberapa waktu ke depan memang kebijakan PJJ lebih baik dipilih pihak sekolah.

"Kalau saya lihat dampaknya melihat di televisi, banyak kasus, paling enggak untuk sebulan atau dua bulan daring saja dulu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement