REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mendukung agar Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin diganjar hukuman dengan pasal berlapis. Sebab, Terbit terlibat dugaan suap dan dugaan kejahatan pidana lain seperti pengurungan manusia serta satwa.
"Setuju Bupati non aktif itu dituntut dengan pasal pemberatan dan berlapis," kata Maneger dalam keterangan pers, Rabu (2/2/2022).
LPSK sudah melaporkan tujuh temuan yang dinilai ganjil di rumah Terbit. Yaitu adanya dua kerangkeng manusia, penghuni serupa sel diharuskan membuat surat pernyataan bahwa pihak keluarga tidak boleh meminta agar penghuni dipulangkan selain izin dari pembina kerangkeng, keluarga dilarang melihat penghuni di dalam kerangkeng dalam batas waktu yang ditentukan.
"Bahkan meminta keluarga tidak akan menggugat jika terjadi sesuatu pada penghuni selama dalam kerangkeng," ujar Maneger.
LPSK juga menemukan penghuni serupa sel bukan hanya pecandu narkoba, tapi juga tindak pidana lain, misalnya, perjudian. Kemudian ada temuan dugaan pembayaran penghuni kerangkeng, penghuni tidak diizinkan ibadah di kuar kerangkeng, penghuni dipekerjakan tanpa dibayar.
"Dan terakhir, adanya penghuni meninggal dunia yang di tubuhnya diduga terdapat tanda-tanda luka sekitar tahun 2019," ungkap Maneger.
Atas temuan di atas, LPSK mengimbau agar siapapun yang mengetahui dugaan perbudakan oleh Bupati nonaktif Langkat membuka suaranya. LPSK menjamin perlindungan terhadap saksi.
"LPSK mendorong siapa pun korban atau saksi dalam kasus tersebut untuk berani melapor ke LPSK agar LPSK bisa memberikan perlindungan. Sebab LPSK hanya dapat memberikan perlindungan, jika ada permohonan," ucap Maneger.
Sebelumnya, tim KPK menemukan kerangkeng manusia ketika menggeledah rumah Terbit terkait kasus suap. Temuan kerangkeng itu lantas dilaporkan oleh lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE, ke Komnas HAM, Senin (24/1/2022).
Migrant CARE menduga, puluhan orang yang ditahan di sana adalah korban perbudakan dan penyiksaan. Mereka dikerangkeng dan diperkerjakan di kebun sawit setiap hari tanpa digaji.
Polisi menyebut, ada 48 orang yang dipenjarakan di kerangkeng tersebut. Semuanya telah dipulangkan kepada keluarga masing-masing.