Selasa 18 Jan 2022 00:38 WIB

Penyebab Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air Masih Tanda Tanya

Pandemi diduga mempersulit gerak investigasi jatuhnya Sriwijaya Air.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Indira Rezkisari
Anggota Penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia memeriksa puing-puing pesawat Sriwijaya Air penerbangan SJ 182 yang ditemukan dari lokasi kecelakaan di perairan Jakarta di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Indonesia, 16 Januari 2021. Penerbangan Sriwijaya Air SJ182 jatuh ke laut lepas pantai Jakarta pada tanggal 09 Januari 2021 sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Jakarta saat dalam perjalanan ke Pontianak di provinsi Kalimantan Barat.
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
Anggota Penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia memeriksa puing-puing pesawat Sriwijaya Air penerbangan SJ 182 yang ditemukan dari lokasi kecelakaan di perairan Jakarta di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Indonesia, 16 Januari 2021. Penerbangan Sriwijaya Air SJ182 jatuh ke laut lepas pantai Jakarta pada tanggal 09 Januari 2021 sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Jakarta saat dalam perjalanan ke Pontianak di provinsi Kalimantan Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setahun lebih berlaku, penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air nomor registrasi PK-CLC masih menjadi tanda tanya. Pesawat rute Jakarta-Pontianak dengan nomor penerbangan SJ 182 itu jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021.

Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ony Soerjo Wibowo mengatakan hingga saat ini, investigasi sudah cukup mengumpulkan bukti dan pengujian. "Selanjutnya investigasi akan memulai melakukan analisisi terkait mengapa pesawat jatuh," kata Ony kepada Republika, Senin (17/1/2022).

Baca Juga

Mengenai penyebab kecelakaan yang belum menemukan titik temu, pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menilai terdapat faktor tersendiri yang mempengaruhi kondisi tersebut. Menurut Gatot, biasanya investigasi kecelakaan penerbangan tidak sampai melebihi satu tahun.

"Biasanya satu tahun selesai. Misal Air Asia dan Lion Air, sama-sama jatuh ke laut. Setidaknya tidak sampai dua tahun," tutur Gatot.

Gatot memperkirakan, pandemi Covid-19 kemungkinan yang juga menjadi penghambat. Kondisi tersebut menurut Gatot menyebabkan pergerakan investigator KNKT dan lainnya terbatas.

"Tapi setidaknya prosedur dari Annex 13 dilaksanakan KNKT. Jadi ya kita tunggu saja," ujar Gatot.

Sebelumnya, Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan dalam setiap investigasi kecelakaan pesawat akan melibatkan investigator asing. Hal tersebut sesuai dengan hukum Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Annex 13 dan kebijakan kerja sama antar-negara ASEAN.

Nurcahyo memastikan, investigasi KNKT terhadap kecelakaan pesawat Sriwijaya Air dibantu dua investigator dari Transport Safety Investigation Bureau atau TSIB Singapura dan sebelas orang dari Amerika Serikat. Empat orang dari Amerika merupakan perwakilan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional atau NTSB Amerika Serikat, empat lainnya dari Boeing Co, dua orang dari Otoritas Penerbangan Amerika Serikat atau Federal Aviation Administration (FAA), dan satu orang dari General Electric atau pabrikan mesin pesawat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement