Jumat 14 Jan 2022 19:34 WIB

Kejakgung Terbitkan Sprindik Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit di Kemenhan

Kasus itu ditaksir merugikan negara lebih dari Rp 500 miliar.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah
Foto: Bambang Noroyono
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menaikkan status hukum dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 2015 ke proses penyidikan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengaku telah menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) untuk mengusut tuntas kasus yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp 500 miliar dan 20 juta dolar AS itu.

“Ini sudah menjadi perkara, yaitu tindak pidana korupsi,” ujar Febrie saat konfrensi pers di Kejakgung, Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Baca Juga

Febrie menjanjikan kasus dugaan korupsi Slot Orbit 123 BT tersebut adalah perkara prioritas yang akan diselesaikan dalam tahun ini. Saat ini pihaknya akan mencari potensi tersangkanya.

Febrie menjelaskan, Jampidsus sudah memeriksa sebanyak 11 orang. Saksi terdiri dari pihak swasta dan TNI yang bertugas di lingkungan Kemenhan. Dari rangkaian pemeriksaan, penyidik menemukan alat bukti yang cukup dan kronologis tindak pidana yang kuat untuk mengarahkan kasus tersebut ke penyidikan. “Kasus ini akan jadi prioritas penyelesaian,” terang Febrie.

Mengacu hasil dari gelar perkara prapenyidikan, kasus tersebut berawal pada tahun anggaran 2015 sampai 2021. Febrie menerangkan, pada 2015, Kemenhan melaksanakan pengadaan satelit Slot Orbit derajat 123 BT. Proyek tersebut bagian dari program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemenhan.

Program tersebut, berupa pengadaan mobile satelite service dan ground sattlement berserta alat pendukungnya. Pengadaan menggandeng konsorsium asal Eropa dan Ameriksa Serikat, Airbus dan Navajo.

“Yang sekarang menjadi kasus masalah, dalam proses pengadaan tersebut, kita telah menemukan beberapa perbuatan melawan hukum yang diduga sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Febrie.

Proyek pengadaan, kata dia, tak pernah masuk ke dalam anggaran di Kemenhan 2015-2016. Namun tercatat adanya uang negara ratusan miliar yang dikeluarkan.

Selain itu, Kemenhan juga melakukan kontrak sewa satelit dari perusahaan asal Inggris, Avanti Communication Limited Ltd (ACL) pada 2016. Sewa satelit tersebut dilakukan untuk mengisi Slot Orbit 123 BT yang semula ditempati Satelit Garuda-1 yang keluar dari orbit.  

Namun, kata Febrie, satelit yang disewa tersebut pun tak sesuai dengan spesifikasi dan tak berfungsi. Meskipun begitu, kata Febrie, Kemenhan tetap mengeluarkan uang senilai lebih dari Rp 500 miliar.

Sebanyak Rp 491 miliar dari jumlah itu untuk pembayaran kontrak sewa dengan ACL dan Rp 18,5 miliar untuk biaya konsultasi. Dalam prosesnya, negara juga membayar arbitrase yang diajukan pihak Navayo senilai 4,7 miliar lantaran menolak pembayaran sewa satelit tersebut.

“Jadi kita perkirakan itu, kerugian negara dari hasil audit investigasi dengan tujuan tertentu dari BPKP, kita perkirakan sebesar Rp 500 miliar lebih,” uajr Febrie.

Selain itu, masih ada potensi kerugian negara senilai 20 juta dolar AS akibat kasus yang menyeret pihak Indonesia ke pengadilan arbitrase di Singapura dan Inggris. “Potensi kerugian negara (Rp) 20 juta dolar AS ini, diduga karena memang ada kejahatan, yang dari ekpos perkara, dikualifikasikan sebagai kejahatan tindak pidana korupsi atau tipikor,” kata Febrie. Tim penyidik, kata dia, akan terus melengkapi penyidikan untuk menemukan tersangka.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Laksamana Madya Anwar Saadi mengakui kasus itu berpotensi menyeret sejumlah anggota TNI aktif ke ruang pemeriksaan. Bahkan, tak menutup peluang, dari para personel militer aktif yang diperiksa tersebut, ada yang meningkat status hukumnya menjadi tersangka.

“Bapak Panglima kan sudah menyatakan, bahwa ada dugaan (keterlibatan anggota militer). Dugaan ini sampai sejauh mana, nanti kita lihat fakta hukumnya,” terang Anwar kepada Republika.co.id di Kejakgung, Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Kata dia, fakta hukum terkait keterlibatan militer tersebut masih dalam penyidikan di Jampidsus. Jampidmil hanya akan menindaklanjuti keterlibatan para militer aktif yang terlilit kasus hukum.

“Kalau sudah ada dari sana (Jampidsus), baru kita (Jampidmil) akan melanjutkan,” terang Anwar.

Namun, Anwar mengungkapkan, sampai saat ini dia belum menerbitkan surat perintah penyidikan terkait kasus tersebut. Itu menandakan belum adanya fakta hukum tentang keterlibatan anggota militer aktif dalam perkara tersebut.

“Saya (Jampidmil) tetap berkordinasi dengan Jampidsus untuk masalah ini. Dan saya belum menerbitkan surat perintah penyidikan,” ujar Anwar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement