REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan B Najamudin menilai pemberlakuan hukuman mati terhadap pemerkosa belasan santri, Herry Wirawan pantas dilakukan. Menurutnya, hukuman itu tak bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang dianut di Indonesia.
Sultan mengkritisi kekhawatiran Komnas HAM terkait penerapan hukuman mati bagi Herry. Ia menekankan Indonesia merupakan negara berdaulat yang menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai kemanusiaan universal.
"Negara melalui para penegak hukum berhak menuntut hukuman yang setimpal bagi para pelaku kejahatan luar biasa, bahkan dengan hukuman mati sekalipun. Filosofi dan kedudukan kita jelas, bahwa Indonesia adalah negara hukum berdaulat yang berperikemanusiaan," kata Sultan melalui keterangan pers pada Jumat (14/1/2022).
Sultan meyakini setiap bangsa memiliki standar moral yang berbeda. Demikian juga standar nilai kemanusiaan. Ia menekankan bangsa Indonesia tidak hanya menghormati hak hidup seseorang, tapi juga hak untuk diperlakukan secara manusiawi oleh individu lainnya.
"Jika kita sepakat bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa sangat tidak manusiawi, maka adalah adil dan wajar bagi hukum untuk mencabut hak hidupnya secara paksa," ujar Sultan.
Sultan menuding sorotan HAM internasional tidak pernah bertanggung jawab atas dampak kejahatan yang ditimbulkan pelaku bagi korban, termasuk dalam kasus Herry. "Artinya, mereka sedikitpun tidak berhak mengintervensi keputusan hukum Indonesia, kecuali kita mengizinkannya," lanjut mantan wakil Gubernur Bengkulu tersebut.
Selain itu, Sultan menegaskan hukuman mati harus menjadi wujud kedaulatan dan solusi hukum Indonesia pada semua jenis kejahatan berat yang berdampak luas. Ia menyampaikan, DPD mendukung setiap keputusan lembaga penegakan hukum Indonesia dalam mewujudkan keadilan.
"Sehingga tidak boleh ada pihak manapun yang berpikiran untuk mendikte ketetapan hukum Indonesia," tegas Sultan.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menuntut Herry Wirawan untuk dihukum mati akibat perbuatannya yang memperkosa 13 santriwati. Herry juga dituntut dikebiri kimia serta membayar denda dan membayar restitusi untuk korban.
Namun, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menegaskan lembaganya tak sepakat dengan penerapan hukuman mati di Tanah Air terlepas siapapun pelakunya. Ia mengungkapkan hukuman mati bertentangan dengan asas HAM yang berlaku di dunia.
"Tidak hanya untuk kasus ini, untuk semua kasus kami memang tidak sependapat dengan hukuman mati. Perkembangan hukum di internasional sudah lama meninggalkan hukuman mati karena bertentangan dengan hak hidup yang merupakan hak asasi yang absolut," kata Taufan, Jumat.