Senin 10 Jan 2022 01:08 WIB

Kenaikan Gaji atau Tunjangan, Sensitivitas yang Dipertanyakan

Kenaikan gaji tunjangan itu lebih baik ditunda hingga kondisi ekonomi membaik. 

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
Petugas menghitung uang untuk gaji pegawai. (Ilustrasi)
Foto:

Pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno juga menyoroti peningkatan belanja gaji tunjangan DPRD DKI Jakarta. Menurut dia, peningkatan dalam Rancangan Peraturan Daerah DKI tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022, jelas akan diprotes publik.

“Pasti diprotes publik. Ini bukan soal uang atau soal anggaran, tapi soal sensitivitas orang yang hidupnya makin sulit,” kata Adi kepada Republika, Ahad (9/1).

Dia menambahkan, protes publik akan berdasarkan pada suasana sulit perekonomian warga DKI. Menurut dia, kenaikan hanya dinikmati anggota dewan. 

“Kan itu saja yang menjadi problem utama, ini sensitivitas utama elit politik saja di masa pandemi,” ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu. Karena itu, menurutnya, kenaikan lebih baik ditunda hingga kondisi ekonomi membaik. 

Sedangkan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, mengkritik soal wacana kenaikan gaji DPRD DKI Jakarta tahun 2022. Menurut dia, peningkatan gaji sesuai Rancangan Peraturan Daerah DKI tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022, bisa dinilai negatif.

“Karena wakil rakyat dianggap kurang berempati pada rakyat,” kata Siti Zuhro kepada Republika, Ahad (9/1).

Dia mempertanyakan, alasan kenaikan gaji DPRD DKI. Sebab, menurutnya, gaji DPRD DKI selama ini bisa dibilang cukup tinggi. “Perlu diketahui publik, berapa besaran gaji DPRD DKI. Apa betul lebih besar dari anggota DPR RI?” kata dia.

 

Jika nyatanya penghasilan dewan DKI besar dari anggota DPR RI, dia mempertanyakan, alasan kenaikan tersebut. Menurutnya, dengan tidak adanya alasan rasional, publik akan terus mempertanyakan kenaikan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement