Sabtu 08 Jan 2022 02:02 WIB

Sebelum Air Tanah Dilarang di DKI, Pengamat: Penuhi Syarat Ini 

Anies Baswedan sudah menerbitkan kebijakan pembatasan dan pelarangan pengambilan air

Seorang anak memompa air tanah di kawasan Petamburan, Jakarta, Rabu (6/10). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menghentikan penggunaan air tanah di DKI Jakarta dan sekitarnya yang bertujuan untuk mengurangi penurunan muka tanah di Ibu Kota. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Seorang anak memompa air tanah di kawasan Petamburan, Jakarta, Rabu (6/10). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menghentikan penggunaan air tanah di DKI Jakarta dan sekitarnya yang bertujuan untuk mengurangi penurunan muka tanah di Ibu Kota. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus memenuhi lima syarat sebelum melarang konsumsi air tanah mulai Agustus 2023. Namun, dia menilai, langkah Pemprov DKI sudah tepat.

"Tapi, ada lima syarat harus dilakukan juga, artinya tidak main larang," kata Nirwono di Jakarta, Jumat (7/1).

Syarat pertama adalah jaminan kuantitas untuk mencukupi kebutuhan air bersih warga DKI Jakarta. Karena saat musim kemarau, pasokan air baku akan terbatas.

Kedua, jaminan kualitas air yang dipasok benar-benar siap pakai. Hal ini, mengingat saat musim kemarau kualitas air bisa buruk dan saat musim hujan, air bisa tercampur lumpur.

Ketiga adalah keberlanjutan yang menjamin adanya air bersih perpipaan bagi warga Jakarta. "Ketiga hal ini kalau tidak terpenuhi, jangan harap warga akan beralih menggunakan air PAM," tegasnya.

Untuk itu, dia mendorong, agar Pemprov DKI memiliki peta jalan atau rencana induk pengurangan bertahap pengambilan air tanah.

Syarat keempat dan kelima, lanjut dia, adalah pentahapan pelarangan dan pembangunan jaringan perpipaan. Untuk pentahapan larangan pemanfaatan air tanah, dilakukan mulai dari kawasan industri, kemudian di perkantoran, hotel dan pusat perbelanjaan karena kawasan tersebut memiliki kemampuan lebih besar menyedot air tanah.

"Di hotel misalnya, jika seluruh hotel dilarang, apa jaminannya tamu hotel dapat air bersih memadai. Bisa dibayangkan musim liburan, kemudian kemarau, hotel penuh, pasokan air tidak ada, apa pemerintah mau tanggung jawab, begitu juga di kawasan industri," ucapnya.

Tahapan pelarangan berikutnya adalah di golongan rumah tangga yang paling besar konsumsi air tanah, tapi kemampuan menyerap air lebih sedikit dibandingkan kawasan industri atau perkantoran dan hotel.

Sedangkan untuk tahapan pembangunan jaringan air bersih perpipaan, lanjut dia, dapat dilakukan pertama di zona yang paling parah terdampak kebutuhan air bersih adalah di Jakarta Utara sehingga wilayah ini menjadi prioritas.

Kemudian tahapan selanjutnya adalah Jakarta Barat dan Jakarta Timur bagian utara, disusul Jakarta Pusat, berurutan di seluruh wilayah Jakarta Barat dan Timurdan terakhir di Jakarta Selatan. 

"Harus digenjot di Utara misalnya mulai 2021-2022, 2023-2024 di Jakarta Barat, Jakarta Timur bagian utara, berikutnya bertahap sehingga warga jadi siap-siap," imbuhnya.

 

 

 

photo
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) didampingi Tim Pengawasan Terpadu Sumur Resapan Instalasi Pengelolaan Air Limbah dan Air Tanah saat melakukan sidak di Hotel Sari Pan Pacific, Thamrin, Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement