KPK menjelaskan, Rahmat Effendi menerima hadiah alias suap berkenaan dengan ganti rugi lahan yang dibayarkan pemkot Bekasi kepada para swasta. KPK mengungkap, pria yang akrab disapa Pepen itu memiliki kode tersendiri dalam meminta komitmen fee kepada para swasta yang lahannya dibebaskan atau dibayarkan ganti ruginya.
"Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, diantaranya dengan menggunakan sebutan untuk "Sumbangan Mesjid," kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Konstruksi perkara yang menjerat Rahmat Effendi bermula dari penetapan APBD-P Tahun 2021 pemkot bekasi untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sekitar Rp 286,5 miliar. Rahmat diyakini mengintervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan
Firli mengatakan, Rahmat juga diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan. Sebagai bentuk komitmen, tersangka Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi.
Sementara, proyek ganti rugi tersebut diantaranya pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Para tersangka pemberi suap kemduian menyerahkan uang melaluo orang-orang kepercayaan mereka. Tersangka Lai Bui Min alias Anen menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaannya yaitu Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi Rp 4 miliar
Sedangkan tersangka Wahyudin menerima Rp 3 miliar dari tersangka Makhfud Saifudin. Pepen juga menerima Rp 100 juta dari tersangka Suryadi dengan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu Masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi.
Sedangkan terkait suap lelang jabatan, tersangka Rahmat Effendi diyakini menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai di Pemkot Bekasi. Suap diberilan sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintahan Kota Bekasi.
Firli mengatakan, uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional tersangka Pepen yang dikelola oleh tersangka Mulyadi. Kendati, Firli tidak menjelaskan secara rinci jumlah suap lelang jabtaan tersebut. Namun, dia mengungkapkan bahwa uang tersebut hanya tersisa Rp 600 juta rupiah pada saat dilakukan tangkap tangan (OTT).
"Disamping itu juga terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi, RE diduga menerima sejumlah uang Rp 30 juta dari AA (Ali Amril) melalui MB (M Bunyamin)," kata Firli lagi.
Atas perbuatannya, para tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya, Rahmat Effendi dicokok KPK melalui OTT pada Rabu (5/1) lalu pada pukul 14.00 WIB. Dia diamankan bersama 13 orang lainnya. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai Rp 3 miliar dan buku rekening bank dengan jumlah uang sekitar Rp 2 miliar.