Jumat 07 Jan 2022 05:25 WIB

Pertengkaran, Tekanan Ekonomi, dan Pandemi Berujung Perceraian

Rata-rata setiap tahun angka perceraian meningkat sekitar 10 persen.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus Yulianto
Gedung Pengadilan Agama Tangerang, Banten.
Foto:

Dampak pandemi Covid-19

Rina dan Dita merupakan dua orang di antara banyaknya warga Tangerang yang memilih untuk menyelesaikan rumah tangganya lantaran didominasi faktor ekonomi. Tak dipungkiri, kondisi pandemi Covid-19 berperan menyebabkan kondisi ekonomi makin tertekan, hingga membikin tingkat perceraian di Tangerang mengalami peningkatan.

Berdasarkan data laporan perkara Pengadilan Agama Tangerang, jumlah perkara perceraian yang ditangani sepanjang 2021 sebanyak 3.545 perkara. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 14 persen dari tahun 2020 dengan jumlah perkara sebanyak 3.041.

“Rata-rata setiap tahun angka perceraian meningkat sekitar 10 persen. Pada 2021, jumlahnya mencapai 3.545 perkara dari total perkara yang ditangani 4.564 perkara,” kata Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Tangerang Irvan Yunan kepada Republika.

Irvan menuturkan, faktor penyebab perceraian yang paling tinggi adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dengan jumlah perkara sebanyak 2.026 perkara. Lalu, faktor ekonomi dengan jumlah kasus sebanyak 808 perkara, dan faktor yang disebabkan karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 278 perkara. Selebihnya, adalah faktor KDRT, poligami, hingga murtad.

 

Namun, Irvan juga menyebut, kondisi pandemi Covid-19 menyebabkan tekanan ekonomi masyarakat semakin kentara, sehingga sebagian memilih untuk bercerai. “Pandemi menjadi salah satu penyebab perselisihan, terutama ekonomi ya, mungkin banyak istri yang enggak dinafkahi, pendapatan kan sangat berpengaruh,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement