REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat, Sigit Raditya, mengomentari hasil survei beberapa lembaga terkait elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Demokrat menilai, elektabilitas sang ketua umum menunjukan tren yang positif.
Sigit mengatakan, hal itu terlihat salah satunya dari survei yang dilakukan SMRC belum lama ini. Berdasarkan survei, elektabilitas Ketum Demokrat AHY berada pada posisi keempat, tidak jauh berbeda dengan beberapa kandidat yang memiliki jabatan publik.
"Tren positif terhadap Partai Demokrat maupun Ketum AHY ini merupakan apresiasi publik atas kepemimpinan Ketum AHY dan kerja-kerja politik Partai Demokrat, baik melalui jalur legislatif, maupun eksekutif, melalui kader-kader kami yang menjadi Gubernur, Walikota dan Bupati di berbagai daerah," ujar Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat Sigit Raditya dalam keterangannya, Rabu (29/12).
Sigit mengatakan, AHY merupakan sosok yang cepat mengambil pelajaran dari kegagalan. Seperti saat dirinya gagal di Pilkada Jakarta, AHY menjadikan hal itu sebagai pembelajaran dalam mengemban tugas sebagai Komandan Kogasma untuk mempertahankan kursi Demokrat di Senayan.
Hasilnya, AHY mampu membuktikan diri. Sigit melanjutkan, alasan itu yang membuat AHY terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Demokrat. Sigit mengatakan, para kader melihat AHY sebagai harapan baru Demokrat.
"Menurut kader, Ketum AHY memberi harapan baru untuk Demokrat. Jam terbang dan pembelajar cepat ini juga yang membuat Ketum AHY mampu mempertahankan kedaulatan Demokrat dari tangan para begal politik," ujarnya.
Sigit juga menyinggung terkait aksi kubu Moeldoko yang mencoba mengambil alih Demokrat. Menurutnya, usia, jabatan dan pangkat bukan jaminan seseorang bisa berhasil memimpin sebuah partai. "Jam terbang ditentukan bukan hanya lamanya menggeluti politik tetapi juga kondisi kesulitan yang dihadapi dan bagaimana dia menemukan solusi untuk mengatasi kesulitannya," katanya.
Sebelum dinyatakan kalah oleh Pengadilan atas gugatannya terhadap Partai Demokrat dibawah kepemimpinan Ketum AHY yang sah dan diakui pemerintah, KSP Moeldoko sempat ikut berkompetisi untuk jabatan Ketum PSSI dan beberapa Ketum Partai. Tapi Moeldoko juga kalah.
"Ini yang saya maksud, dalam politik, jam terbang sangat menentukan. Beda dengan nature di militer. Kalau di militer, ada istilah urut kacang. Harus menunggu giliran penugasan. Bisa atau tidak bisa, siap atau tidak siap, harus melaksanakan penugasan itu. Dipaksa. Kalau di politik, tidak seperti itu. Hanya yang mau, bisa dan siap yang bisa memperoleh kesempatan," ujarnya.
Sigit, yang juga satu almamater dengan Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa, di Norwich University, Amerika Serikat ini lantas mengatakan, "Demokrat terbuka bagi para purnawirawan TNI/Polri yang ingin ikut mengabdikan diri melalui jalur politik. Mari kita lanjutkan 'jam terbang' kita untuk berkoalisi dengan rakyat dan mengabdi pada bangsa dan negara," ujarnya.