Senin 27 Dec 2021 09:46 WIB

DPD RI Ungkap Lemahnya Kedaulatan Pangan Indonesia

Disayangkan jika stabilitas harga sembako masih menjadi polemik dan penyebab inflasi

Rep: rizky suryarandika/ Red: Hiru Muhammad
Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana (kanan) berbincang dengan pedagang saat meninjau ketersediaan dan harga barang kebutuhan pokok serta pemeriksaan keamanan pangan oleh tim Keamanan Pangan DKPP Kota Bandung di Pasar Kosambi, Kamis (23/12). Momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) sejumlah barang kebutuhan pokok di Kota Bandung mengalami kenaikan cukup tinggi.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana (kanan) berbincang dengan pedagang saat meninjau ketersediaan dan harga barang kebutuhan pokok serta pemeriksaan keamanan pangan oleh tim Keamanan Pangan DKPP Kota Bandung di Pasar Kosambi, Kamis (23/12). Momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) sejumlah barang kebutuhan pokok di Kota Bandung mengalami kenaikan cukup tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Trend kenaikan harga sembako terus membayangi pasar dan masyarakat menjelang pergantian tahun. Hal ini ditandai dengan meningkatnya harga beli beberapa jenis kebutuhan pokok strategis seperti minyak goreng, telur dan daging ayam.

Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin menyoroti fenomena pasar tersebut sebagai indikasi rapuhnya kedaulatan pangan Indonesia. Padahal menurutnya Indonesia mestinya terbebas dari ketidakstabilan harga pangan karena tergolong negara subur.

Baca Juga

"Namun karena persoalan mendasar ini diserahkan ke mekanisme pasar bebas, kita terpaksa harus terbiasa dengan inflasi harga dan importasi bahan pangan setiap tahunnya," kata Sultan dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Ahad (26/12).

Sultan menyatakan ancaman inflasi telah menunjukkan gejalanya. Kondisi ini menurutnya menekan daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok kelas menengah-bawah. "Dampaknya akan semakin berat terasa oleh masyarakat di daerah dan desa," ujar Sultan.

Sultan menyarankan grafik inflasi yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun harus dikendalikan dengan pendekatan strategi produksi dan pasar yang lebih sistematis dan berkelanjutan. Sebab pendekatan operasi pasar tidak bisa cukup meng-cover semua daerah dan tidak bisa diandalkan untuk kepentingan jangka panjang.

"Instrumen logistik seperti badan pangan yang telah dibentuk harus segera menyiapkan langkah-langkah strategis dan fundamental dalam mengatasi permasalahan pangan, khususnya sembako. Kami ingin sistem manajemen pangan harus dilakukan secara terstruktur dari hulu sampai hilir," ucap Sultan.

Mekanisme pasar, lanjut Sultan, harus berada dalam kendali negara. Ia menyayangkan jika stabilitas harga sembako masih menjadi polemik dan penyebab inflasi walau punya lembaga pangan berikut istrumen terkait hukum pangan.

"Kita membutuhkan sistem pangan yang kuat dan berdaulat. Dan saat ini daerah otonom diharapkan menjadi penyeimbang hegemoni pasar dalam mengendalikan harga pangan dengan kebijakan pangan yang sistematis,"  tutur Sultan.

Dilansir dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), rata-rata harga telur ayam ras nasional per 16 Desember 2021 mencapai Rp 26.200 per kilogram (kg). Adapun daging ayam mencapai Rp 35.750 per kg. Adapun untuk komoditas minyak goreng curah sebesar Rp 18.150 per kilogram, minyak goreng bermerek 1 Rp 20.050 dan bermerek 2 sebesar Rp 19.550. Sementara untuk cabai merah mencapai Rp 51.800 per kg dan cabai rawit Rp 72.650 per kg. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement