Kamis 23 Dec 2021 13:50 WIB

Masih di India, Kemenlu Proses Pemulangan Prasasti Raja Airlangga

Prasasti Pucangan dikirim ke India di masa Thomas Raffles

Rep: Stevy Maradona/ Red: Stevy maradona
Staf KBRI New Delhi meninjau Prasasti Pucangan yang kini tersimpan di Museum India di Kalkuta.
Foto: KBRI New Delhi
Staf KBRI New Delhi meninjau Prasasti Pucangan yang kini tersimpan di Museum India di Kalkuta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali bakal memulangkan salah satu benda warisan budaya yang ada di luar negeri. Kali ini adalah sebuah prasasti yang tersimpan di Museum India di Kalkuta India. Prasasti ini dibawa ke India oleh Belanda pada abad ke-20. Kedutaan Besar RI di India menyatakan pemerintah segera memproses pemulangan prasasti yang berasal dari abad ke-11 ini.

Demikian benang merah diskusi virtual yang digelar KBRI New Delhi, India, Kamis (23/12) bertajuk ‘Arti Penting Prasasti Pucangan dan Upaya Pengembaliannya’. Diskusi menghadirkan narasumber guru besar arkeologi Universitas Indonesia Agus Aris Munandar, peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Titi Surti Nastiti, dan Direktur Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri RI V Hesti Dewayani. Diskusi dipandu oleh Kepala Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI New Delhi Hanafi.

“Kami sudah melaporkan temuan Prasasti Pucangan ini pada April 2021. Semoga pertemuan selanjutnya sudah ada langkah lebih maju untuk pemulangan,” kata Hanafi, kemarin. Dalam diskusi sempat ditunjukkan foto foto kondisi Prasasti Pucangan di Museum Kalkuta, India. Ada dua foto yang dibahas. Foto pertama menunjukkan prasasti yang ditemukan di sekitar Gunung Penanggungan, Jawa Timur ini, teronggok di sudut sebuah ruangan yang menyerupai gudang. Foto kedua kemudian memperlihatkan prasasti yang berasal dari era Raja Airlangga, Mataram Baru, ini sudah dipindahkan ke ruangan khusus dan sudah memiliki kuratornya. Ada staf KBRI yang berfoto bersama staf musim di samping prasasti tersebut. 

Hanafi menegaskan dari Prasasti Pucangan dianggap benda budaya yang penting. Sesuai dengan amanat UU Cagar Budaya maka prasasti itu harus dilindungi dan dibawa pulang ke Indonesia untuk dirawat dan dipelajari. Ia berharap pemerintah pusat bisa secepatnya menindaklanjuti laporan KBRI New Delhi, menindaklanjutinya dengan mengadakan pertemuan pertemuan sesuai prosedur pengembalian barang budaya.

Prasasti Pucangan adalah prasasti yang dipahat disebuah lempengan batu besar. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanseskerta. Prasasti ditulis dengan menggunakan aksara Jawi. Prasasti ditemukan di era Gubernur Hindia Belanda Thomas Stanford Raffles, yang kemudian mengirimkannya ke Lord Minto di India. 

Prasasti, menurut Agus Aris Munandar, berisi informasi yang amat penting bagi benang merah sejarah peradaban Indonesia. Prasasti itu menjelaskan kondisi geopolitik Jawa Tengah-Jawa Timur. Karena memuat informasi perpindahan kekuasaan dari Mataram Kuno di Jawa Tengah ke Mataram Baru di Jawa Timur yang diinisiasi Mpu Sindok. “Agak gelap kondisi di abad ke-10 dan abad ke-11 tanpa informasi yang diperoleh dari Prasasti Pucangan,” kata Agus Aris. 

Agus Aris lalu menjelaskan muasal kata ‘Pucangan’. Prasasti ini mengacu pada lokasi pertapaan Raja Airlangga. Pucangan dalam bahasa Jawa Kuno bisa diartikan sebagai tumbuhan pinang. Lokasi pertapaan Raja Airlangga yang tempatnya subur ditumbuhi pohon pinang. Pohon pinang ini, sambung Agus Aris, ternyata kerap muncul dalam nama nama tempat di daerah lain yang juga bersejarah. Ia mencontohkan Prasasti Kanjuruhan, kata ‘Kanjuruhan’ mengacu pada kata ‘juruh’ atua air legen dari Pinang. Kemudian di Muarojambi, di mana kata ‘Jambi’ sendiri adalah sama artinya dengan pinang. Lalu di Kerajaan Pakuan Pajajaran di Bogor di mana kata ‘Bogor’ mengacu pada pohon pinang yang sudah ditebang ‘pagogoran’. “Di Sumatra pun kata Pinang terus digunakan seperti Pangkalpinang dan Tanjung Pinang,” papar Agus Aris. 

Peneliti dari Puslit Arkenas Kemendikbudristek, Titi Surti Nastiti, mengatakan pemerintah harus mengupayakan pemulangan Prasasti Pucangan. Titi sepakat dengan penjelasan Agus Aris soal pentingnya informasi di dalam prasasti tersebut bagi sejarah peradaban di Jawa. “Bagi India prasasti ini mungkin tidak ada historisnya sama sekali. Tapi bagi Indonesia ini sangat penting,” kata Titi. Ia lalu memaparkan sejumlah langkah pemerintah yang berhasil memulangkan artefak asalIndonesia yang disimpan di luar negeri. Dimulai dari insiatif Prof Muhammad Yamin yang memulangkan Kitab Negarakertagama dan arca Prajnaparamitha yang disimpan di Belanda. Kemudian disusul pemulangan ratusan benda dari museum di Belanda beberapa tahun lalu. 

Direktur Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri RI V Hesti Dewayani mengatakan, kalau memang Prasasti Pucangan prioritas untuk dikembalikan, maka pemerintah akan segera mengambil langkah langkah diplomasi dan hukum sesuai aturanyang ada. Terlebih dulu, dari informasi KBRI New Delhi, maka Kemenlu akan mengadakan pertemuan dengan sejumlah pihak seperti Kemendikbudristek, Kemenkeu, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan Nasional, Polri, Kemendagri, pemda terkait, Kemenkumham dan lainnya. Dari pertemuan ini akan dibentuk tim verifikasi Prasasti Pucangan yang akan menghasilkan putusan apakah prasasti itu harus dipulangkan atau tidak. 

Pelaksana Pensosbud KBRI New Delhi, Hanafi, mengatakan, pihaknya siap memberikan data data terkait maupun informasi tambahan lainnya untuk mendukung proses pemulangan prasasti tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement