Selasa 21 Dec 2021 19:21 WIB

Kepercayaan Masyarakat Terhadap KPK Era Firli Terus Menurun

Ragam survei mendapati kepercayaan masyarakat terhadap KPK merosot.

Ketua KPK - Firli Bahuri.
Foto:

Pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) pada 9 Desember 2021, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (PUKAT UGM) menilai, pemberantasan korupsi pada era kepemimpinan Firli Bahuri di KPK, suram.

"Upaya pemberantasan korupsi semakin suram dan mundur, apalagi selama setahun kebelakang ini. Bisa dilihat misalnya dari rendahnya indeks persepsi korupsi, tidak hanya rendah tetapi juga indeks persepsi korupsi turun 2 poin dari 2019 yaitu di angka 40 kemudian turun menjadi 38 di 2020," ujar Peneliti Pukat UGM Zainur Rahman kepada wartawan, Kamis (9/12).

Menurut dia, angka indeks persepsi korupsi itu bisa menjadi gambaran betapa memang justru Indonesia bukan menjadi semakin bersih dari korupsi, tetapi Indonesia semakin bermasalah dengan korupsi. Kemudian, lanjut Zeinur, kedua ia melihat selama setahun terakhir tidak ada komitmen kuat dari pemerintah di dalam pemberantasan korupsi.

Ketiadaan komitmen itu misalnya dilihat dari tidak adanya dukungan legislasi dari pemerintah yang diajukan kepada DPR. Misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Hasil Kejahatan tidak ada kemajuan, padahal RUU itu dapat menjadi pengubah permainan dalam pemberantasan korupsi.

"Karena RUU itu dapat menjadi instrumen untuk merampas harta kekayaan penyelenggara negara yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya, dengan menggunakan metode pembuktian terbalik," ungkapnya.

Kemudian, Zeinur juga tidak melihat adanya komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden. Misalnya dalam konteks Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Alih-alih presiden mendukung independensi KPK, justru presiden tidak berbuat apa-apa ketika TWK itu dilakukan, untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang berintegritas tinggi.

Padahal, dalam proses TWK, ditemukan penuh dengan maladministrasi, sesuai dengan rekomendasi Ombudsman. Dan banyak pelanggaran HAM sesuai dengan temuan Komnas HAM. Sedangkan presiden sebagai kepala tertinggi pemerintahan, hanya diam dalam hal ini.

"Itu juga menunjukkan lemahnya dukungan presiden dan pemerintah secara umum terhadap pemberantasan korupsi," tegasnya.

Dari sisi penindakan, PUKAT UGM melihat juga sangat buruknya kinerjanya, apalagi penindakan yang dilakukan oleh KPK. Tidak ada satupun kasus korupsi strategis yang diungkap dan diselesaikan di setahun terakhir ini. Bahkan KPK mengeluarkan SP3 untuk kasus korupsi BLBI, KPK tidak ada satupun kasus strategis yang merugikan keuangan negara besar atau pelaku dengan jabatan yang sangat tinggi atau yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

"Tapi saya harus fair, KPK memang sangat buruk prestasi penindakannya di setahun terakhir. Tetapi koleganya, Kejaksaan itu justru menunjukkan prestasi yang lebih baik," sebutnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari juga menilai, pemberantasan korupsi pada era kepemimpinan KPK Firli Bahuri dkk, tidak sebaik sebelumnya. Keberhasilan yang disampaikan Ketua KPK pada peringatan Hakordia, hanya sebatas klaim yang menjadi gimmick dan seremonial semata.

"Kalau kita lihat lebih dalam dan telusuri banyak sekali bukti bahwa apa yang disampaikan KPK itu hanya gimmick kamuflase terhadap kian melemahnya upaya pemberantasan korupsi. Misalnya IPK kita yang anjlok 3 poin itu sebuah penurunan yang luar biasa. Bukan 1-2 poin ya, ini 3 poin dan itu sudah menjadi pertanda bahwa memang ada masalah serius di KPK," papar Feri dalam pernyataannya kepada wartawan, Kamis (9/12).

Menurut dia, seharusnya KPK sebagai pemangku kepentingan utama pemberantasan korupsi, memahami persoalan dasar ini. Mengapa justru indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia justru anjlok di tengah klaim kesuksesan yang disampaikan Ketua KPK tersebut.

Pemberantasan korupsi juga seringkali sebatas seremonial. Feri mencontohkan kehadiran Presiden Jokowi pada peringatan Hakordia tahun ini di Gedung KPK.

"Padahal ketika dahulu banyak publik memberi kepercayaan ke KPK, Jokowi tidak pernah ingin hadir," ungkapnya.

Sehingga, menurut Feri, pemberantasan korupsi saat ini memang terasa hanya simbolis, seremonial dan gimmick. Dan, ia menambahkan semua seremonial itu sengaja dibuat sedemikian rupa hanya untuk pencitraan bahwa upaya pemberantasan korupsi itu ada.

"Sama persis dengan di masa orde baru kesannya upaya penegakan hukum itu ada tapi faktanya kita tahu pelanggaran hukum utamanya itu siapa," ujar Feri.

 

photo
Kinerja KPK menjadi sorotan publik. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement