Kamis 16 Dec 2021 08:55 WIB

Polisi Diduga Kriminalisasi Pengacara Korban Mafia Tanah

Masih banyak oknum yang tak mendukung semangat Presiden RI memberantas mafia tanah.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Petugas menujukkan barang bukti dokumen kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu.
Foto: Antara/Reno Esnir
Petugas menujukkan barang bukti dokumen kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengurus Pusat Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (DPP GPSH) melaporkan kasus dugaan kriminalisasi Hasan Basri ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dalam perkara ini, pihak kepolisian diduga melakukan kriminalisasi advokad Hasan Basri yang menangani perkara korban mafia tanah almarhun Budi Suyono. 

“Laporan itu menyusul Bareskrim Mabes Polri lakukan kriminalisasi dengan penggeledahan kantor Pengacara Hasan Basri kuasa hukum korban mafia tanah Almarhum Budi Suyono, pemilik sah SHM No.60 / Rawaterate, Kelapa Gading, Jakarta Utara,” ujar Ketua Umum DPP GPSH, Ismail dalam keterangannya, Kamis (16/12).

Bahkan, kata Ismail, beberapa kali Hasan Basri dipanggil Bareskrim Mabes Polri dijadikan saksi atas LP pemalsuan SHM milik kliennya tersebut. Kata dia, kasus gugatan almarhum Budi Suyono sebagai pemilik sah sebidang tanah SHM.No 60 / Rawaterate, Jakarta Timur itu sudah selesai. Mulai dari tingkat bawah sampai Peninjauan Kembali (PK) dimenangkan oleh penggugat almarhum Budi Suyono. 

“Bahkan PTUN Jakarta sudah terbitkan surat perintah eksekusi. Seharusnya, Kantor Pertanahan Jakarta Timur segera menarik dan membatalkan dua buku SHGB atas nama PT Citra Abadi Mandiri,” tutur Ismail.

Padahal, lanjut Ismail, tanah tersebut sudah hampir tiga puluh tahun dimiliki oleh almarhum Budi Suyono. Namun, secara tiba-tiba, tanahnya diambil oleh mafia tanah dan berubah menjadi dua buku SHGB. Oleh karena itu, katanya, dalam kasus ini membuktikan Kepolisian tidak mengayomi rakyat, Kepolisian tidak memihak kepada kebenaran. 

“Karena selesai keluar putusan tetap dari Mahkamah Agung (MA) ini, almarhum Budi Suyono ditekan, diintimidasi bahkan dikriminalisasi dengan menjadikannya sebagi tersangka pemalsuan data-data,” ungkap Ismail

Dikatakan Ismail, akibat stres ditekan pihak berwajib, Budi Suyono meninggal dunia beberapa bulan lalu. Karena pihak keluarga dan pihak Kuasa Hukum tidak mau menyerahkan Sertipikat SHM milik almarhum Budi Suyono kepada polisi, maka kini pihak keluarga almarhum gantian menerima ancaman dan teror diduga dilakukan aparat kaki tangan mafia tanah. 

“Karena teror ke keluarga tidak berhasil beralih lagi ke Kuasa Hukum almarhum Budi Suyono dengan penggeledahan dan pemanggilan jadi saksi,” terang Ismail

Ismail mengaku, pihaknya memiliki kepentingan dalam perkara ini, karena advokat Hasan Basri salah seorang pengurus DPP GPSH. Melihat modus polisi seperti itu, dia tidak habis pikir pihak Kepolisian memakai dasar hukum apa lagi memanggil kuasa hukum jadi saksi. 

“Oleh karena itu sangat layak jika Kadiv Propam Mabes Polri segera memeriksa aparat yang tangani kasus ini," tegas dia.

Ismail memperkirakan, bisa saja setelah kuasa hukum tidak berhasil ditekan melaui pemanggilan sebagai saksi, maka nanti ancaman dan tekanan itu ditingkatkan jadi tersangka. Diakui oleh Ismail, kejadian seperti itu memang salah satu resiko ptofesi advokat. 

Namun demikian, DPP GPSH langsung melaporkan perkara ini sekaligus mohon perlindungan kepada LPSK Pusat di Jakarta. “Rupanya masih banyak oknum yang tidak mendukung semangat Presiden RI untuk memberantas mafia tanah di NKRI. Oleh karena itu Presiden RI harus mewaspadai garong-garong tanah yang merusak citra pemerintah seperti ini,” tutup Ismail. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement