REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang pimpinan partai politik yang ada di parlemen untuk mencari titik temu soal RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Hal tersebut menyusul tidak masuknya RUU tersebut dalam prolegnas prioritas 2022.
"Hemat saya kalau ini dipandang oleh pemerintah sebagai kebutuhan yang mendesak kan banyak forum termasuk misalnya pertemuan antara presiden dengan pimpinan parpol yang punya fraksi di DPR ini. Ya mudah-mudahan kalau ada forum itu bisa diselesaikan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (14/12).
RUU Perampasan Aset Tindak Pidana merupakan RUU inisiatif pemerintah. Menko Polhukam, Mahfud MD menyebut pada 2021 RUU tersebut sudah pernah diajukan. Namun pada Prolegnas Prioritas 2022 RUU itu tidak dimasukan.
"Ini tentu perlu pemerintah dan DPR duduk bersama, persoalanya ada dimana, keberatannya apa, alasan tidak masuknya apa, ini saya kira perlu dibicarakan," ujarnya.
Arsul juga mendorong agar sosiliasi terhadap RUU Perampasan Aset perlu dilakukan. Selain itu partisipasi publik juga perlu dibangun dari awal agar muncul persepsi yang berbeda.
Sementara itu PPP sendiri prinsipnya mendukung terkait pengajuan RUU Perampasan Aset tersebut. "Kalau posisi PPP sudah beberapa kali kita sampaikan. Kami PPP tidak keberatan dengan RUU itu¡ tentu kami harus lihat itu RUU nya, tapi secara prinsip PPP tidak menolak terhadap pengajuan RUU Perampasan Aset," jelasnya.
Sebelumnya Menko Polhukam, Mahfud MD, mengaku pemerintah akan segera mengajukan kembali RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke DPR. Hal tersebut dilakukan karena DPR tidak memasukan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2022.
"Kita mohon pengertian lah agar nanti DPR menganggap ini penting dalam rangka pemberantasan korupsi, agar negara ini bisa selamat," kata Mahfud dalam keterangannya melalui siaran kanal Youtube Kemenko Polhukam Selasa (14/12).