Rabu 15 Dec 2021 12:26 WIB

Sekjen Rekat Indonesia Dukung Tuntutan Mati Koruptor ASABRI

Tuntutan mati koruptor Asabri oleh Jaksa Agung dinilai bukan gertak sambal

Terdakwa utama korupsi Asabri Benny Tjokrosaputro (kanan) berbincang dengan terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat (tengah) dan terdakwa Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono (kiri) pada sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9/2020).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Terdakwa utama korupsi Asabri Benny Tjokrosaputro (kanan) berbincang dengan terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat (tengah) dan terdakwa Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono (kiri) pada sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Keputusan sangat berani rencana Jaksa agung menerapkan menghukum mati kepada para koruptor di era pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Maruf Amin jangan dianggap Publik Gertak Sambal. 

Sekjen Rekat Indonesia, Heikal Safar SH, justru sangat  mendukung penuh Jaksa Agung menuntut hukuman mati untuk penjarah Dana Asabri sebesar 22,78  Rp triliun.   

Baca Juga

Pasalnya menurut Hekal, seluruh elemen masyarakat Indonesia sudah sangat geram terhadap ulah para koruptor yang mengrogoti uang rakyat Indonesia.  

"Saya minta Jaksa Agung segera membuktikannya rencana penerapan tuntutan hukuman mati terhadap para koruptor," kata Hekal, dalam keterangannya, Rabu (15/12).     

Dia mengingatkan Jaksa Agung juga jangan hanya lips service atau janji -janji palsu hanya angin surga, segera diterapkan dalam proses-proses penuntutan berikutnya.   

Menurut Heikal, rencana atau keinginan kuat Burhanuddin selaku Jaksa Agung itu dapat dibuktikan pada penuntutan kasus korupsi yang sedang berjalan saat ini, yakni dugaan tindak pidana korupsi Asabri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. 

"Sudah ada yang di depan mata proses persidangan Asabri yang sedang disidangkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat segera buktikan laksanakan hukuman mati tersebut ," ujar Heikal. 

Setidaknya, lanjut Heikal, hukuman mati  merupakan peringatan bagi para koruptor diantaranya ada dua orang yang telah memenuhi syarat untuk divonis hukuman mati, yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu ada pengulangan   

"Karena, sebelumnya dua orang tersebut sudah melakukan korupsi di kasus Jiwasraya, sekarang terlibat korupsi di Asabri," ucap Heikal. 

Dia menegaskan, hukuman mati terhadap koruptor tidak hanya dalam keadaan bencana, tapi juga karena pengulangan. Atau yang bersangkutan mengulangi perbuatan tindak pidana korupsinya.   

"Maka ini saya minta Jaksa Agung menerapkan kehendaknya itu tidak hanya lips service semata sehingga dianggap hanya gertak sambel  saja dilakukan tuntutan mati terhadap orang-orang yang melakukan pengulangan korupsi di Jiwasraya maupun Asabri," pintanya.   

Lanjut Heikal, bahwa KPK sudah mengingatkan koruptor  saat bencana dapat diancam dengan hukuman mati  

"Tuntutan hukuman mati terhadap koruptor ini harus tetap dilakukan Kejaksaan Agung, meskipun pada akhirnya pengadilan memutuskan berbeda," kata Heikal Safar    

Lanjut Heikal Safar dalam rangka mengembalikan kerugiaan negara, tim penyidik Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset para terdakwa, termasuk aset Benny dan Heru. Hanya saja penyitaan terhadap aset Benny dan rekanannya, menurut pengacaranya sudah melebihi tanggungannya.   

Sedangkan kondisi berbeda terjadi pada terdakwa Heru Hidayat yang sampai saat ini jauh dari memadai. Padahal kerugian negara yang diakibatkan Heru jauh lebih besar dibanding terdakwa lainnya. Selain itu, Heru diduga melindungi mitranya untuk menyelamatkan sejumlah aset miliknya.   

Lanjut Heikal Safar perlu diketahui, bahwa  Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam perkara korupsi PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,807 triliun. Keduanya diwajibkan membayar uang pengganti Rp10,72 triliun untuk Heru Hidayat dan Rp 6 triliun untuk Benny Tjokrosaputro.   

"Selain itu juga  Benny maupun Heru yang juga sebagai terdakwa dalam kasus megakorupsi PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 triliun," kata Heikal.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement