Senin 13 Dec 2021 13:22 WIB

Cerita Petani Desa Jagoan: Hemat Listrik Sakpole

Ada 33 sumur bor di Boyolali yang menerima bantuan listrik sampai ke tengah sawah.

Rep: Agus Raharjo/ Red: Dwi Murdaningsih
Ketua Kelompok Tani Subur Desa Jagoan, Boyolali, Pardi menunjukkan sistem pengairan sawahnya yang sudah menggunakan listrik dari PLN, di Boyolali, Jawa Tengah, Senin (6/12).
Foto:

Pardi mengatakan, sebelum memasang meteran listrik, biaya mengairi air untuk satu petak sawahnya dalam satu jam seharga Rp 10 ribu. Biasanya, sawah akan penuh dengan air setelah tiga jam mesin dinyalakan. Biaya akan lebih membengkak saat awal penggarapan sawah, karena mesih diesel akan dinyalakan siang dan malam. Dalam satu malam, Pardi dan para petani bisa menghabiskan biaya Rp 200 ribu hanya untuk mengairi sawah mereka.

“Kalau sekarang satu jam nyalain listrik sawah sudah penuh. Biaya pulsa di meteran hanya 1.500 sampai 1.800,” ujar Pardi.

Bukan hanya itu, Kelompok Tani Subur juga sudah bisa tiga hingga empat kali tanam dalam setahun dengan perkiraan masa panen sekitar tiga bulan. “Dulu dua kali saja sudah maksimal, habis buat modal tanam aja, Mas,” tegas Pardi.

Kelompok Tani Subur menjadi salah satu paguyuban tani di Desa Jagoan yang menerima bantuan program Electrifying Agriculture dari PLN. Ada 33 sumur bor di Boyolali yang menerima bantuan jaringan listrik sampai ke tengah persawahan. Total daya untuk 33 sumur ini sebesar 126.400 Volt Ampere (VA).

Selain di Desa Jagoan, pemasangan jaringan listrik Electrifying Agriculture juga dilakukan di Desa Babadan dan Tempursari, masih di Kecamatan Sambi, Boyolali. Di Desa Jagoan sendiri, ada dua kelompok tani, yakni Kelompok Tani Subur, ada juga Kelompok Tani Dadimulyo. 

photo
Ketua Kelompok Tani Subur Desa Jagoan, Boyolali, Pardi menunjukkan sistem pengairan sawahnya yang sudah menggunakan listrik dari PLN, di Boyolali, Jawa Tengah, Senin (6/12). - (republika/Agus raharjo)
 

Pengajuan bantuan

Kepala Desa Jagoan Yulianto mengaku, pemasangan meteran listrik yang mampu menjangkau sampai tengah persawahan menjadi jawaban keluhan petani soal kebutuhan air di musim tanam. Awalnya, petani memang merasa keberatan dengan mahalnya biaya pemasangan jaringan listrik agar bisa sampai ke tengah area sawah warga. Sebab, untuk memasang jaringan listrik di area sawah, harus menarik jaringan dari dalam kampung yang jaraknya bisa mencapai dua kilometer.

Sebelum ada jaringan listrik, petani di desanya memanfaatkan mesin diesel untuk mengairi sawah. “Tapi lama kelamaan saya kasihan sama petani, wes sepuh-sepuh, jawah to mas (sudah pada tua, apalagi saat hujan), musim hujan jalannya licin, jik nggowo (masih harus bawa) diesel, nek (kalau) kepleset itu saya kasihan,” tutur Yulianto kepada Republika.co.id.

Yulianto mengaku mengajukan usulan pemasangan jaringan listrik ke area sawah setelah mendapat informasi ada program bantuan Electrifying Agriculture dari PLN Boyolali. Minimal harus ada 10 calon pelanggan baru agar bisa diakomodasi pemasangan jaringan listriknya. 

Menurut Yulianto, sebelum pemasangan, ada sejumlah warga yang mengaku berat soal biaya. Namun, Yulianto berani menalangi biaya pemasangan meteran listrik untuk 10 sumur dalam atau bor di area persawahan Desa Jagoan seharga Rp 45 juta dari Dana Desa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement