Sabtu 11 Dec 2021 19:04 WIB

KSP Kawal Komitmen Pemerintah Hidupkan Moderasi Beragama

Kantor Staf Presiden akan mengawal komitmen pemerintah hidupkan moderasi beragama.

Plt Deputi V Kantor Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani.
Foto: Antara
Plt Deputi V Kantor Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) akan mengawal komitmen pemerintah untuk terus menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Salah satunya dengan menghidupkan toleransi antarumat beragama.

"Terkait dengan moderasi agama, intoleransi, kebinekaan, dan penghormatan terhadap HAM, itu bukan hanya program prioritas nasional, melainkan juga bagian dari pengelolaan isu strategis yang menjadi tugas di KSP," kata Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (11/12).

Baca Juga

Jaleswari mengakui tidak mudah untuk mengimplementasikan komitmen pemerintah dalam menciptakan moderasi beragama bagi masyarakat. Namun, dengan keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam menekan konflik anta umat beragama, bisa menjadi acuan bagi KSP untuk mengurai sumbatan permasalahan intoleransi di lapangan.

"Karena sudah tercipta mekanismenya," ujarnya.

Ia mencontohkan penyelesaian sengketa pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor selama 15 tahun. "KSP selama ini terus memberikan pendampingan atas penyelesaian konflik melalui jalur mediasi yang panjang. Ini bisa direplikasi untuk penyelesaian kasus yang sama di daerah lain," katanya.

Sementara itu, menurut Wali Kota Bogor Bima Arya, selama ini penyelesaian kasus intoleransi agama di daerah sering kali hanya dibebankan pada pemerintah daerah setempat. Bima Arya menekankan bahwa pemerintah pusat memiliki andil dan harus berani mengambil kebijakan yang konkret untuk peduli dalam penyelesaikan konflik.

"Sayangnya pendekatan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan selama ini terlalu birokratis dan formal," ujar Bima Arya.

Bima Arya menyampaikan penyelesaian masalah HAM yang terkait dengan intoleransi dan diskriminasi terhadap umat-umat minoritas memerlukan kebijakan yang tegas dan menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir. "Contohnya dalam penyelesaian GKI Yasmin ini, orang-orang jadi tahu bahwa keberpihakan bukan hanya retorika dan seremoni, melainkan kebijakan yang konkret," katanya.

Penguatan-penguatan forum dialog antarumat beragama, juga dirasa menjadi cara ampuh dalam menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Kediri dengan menggandeng komunitas dan paguyuban antarumat beragam.

"Mereka kami gandeng untuk mengambil kebijakan-kebijakan sesuai dengan aturan, termasuk pembuatan gereja, pura, dan lainnya," kata Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar. 

Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto mengatakan bahwa masalah intoleransi dan diskriminasi sama dengan radio aktif, yakni cepat merambat ke semua ruang. Maka dari itu, diperlukan resiliensi dari bawah untuk menghilangkan rasisme.

"Kami gerakkan perangkat perangkat di lapisan bawah, mulai dari Camat, Lurah, RT, dan RW untuk menjadi influencer dalam membangun komunikasi kepada kelompok-kelompok berbeda. Kami menyebutnya dengan istilah Makasar Merata atau Pasi Barania," ucap Moh. Ramdhan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement