Kamis 09 Dec 2021 04:30 WIB

Tuntutan Buruh Saat Sambangi Kawasan Istana

Buruh ancam mogok kerja nasional jika UU Ciptaker tetap dijalankan. 

Rep: Eva Rianti/Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Kondisi massa aksi demonstrasi buruh menuntut kenaikan UMP di kawasan Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (8/12/2021).
Foto:

Upah yang menyengsarakan

Ribuan buruh menyuarakan aspirasinya di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Rabu (8/12). Salah satunya, terkait keluhannya menyangkut kebijakan upah buruh di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai menyengsarakan kaum buruh.

"Berkali-kali Presiden membuat kebijkan yang selalu menyengsarakan kaum buruh,” tegas Deputi Presiden KSPI, Muhammad Rusdi, saat orasi dari mobil komando di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Rabu (8/12).

Rusdi membandingkan kebijakan upah di era presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada saat menghadapi dampak krisis 1997-1998. Padahal, ketika itu, dampak krisisi moneter lebih para dibanding pandemi Covid-19 saat ini. 

Bahkan, ketika itu, pemutus hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai sektor dan nilai tukar rupiah naik hingga di atas Rp 10 ribu. Namun, upah buruh tetap dinaikkan, tidak menekannya, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga

“Inilah sebuah teori kalau ekonomi ingin stabil, maka naikkan upah, agar daya beli meningkat, agar upahnya bisa menyerap hasil produksi daripada industri, menyerap jualan dari pedagang kecil,” kata Rusdi.

Namun, Rusdi menyayangkan, sejak 2015, Presiden Jokowi menekan upah buruh. Akibatnya, tidak hanya kaum buruh yang sengsara, tapi juga pedagang kecil yang omzetnya turun sampai 40 persen. Hal itu terjadi, lantara upah kaum buruh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

“Ternyata Jokowi menghembus kekeliruan besar. Kebijakan upah yang dilakukannya, bukanlah kebijakan upah yang pro terhadap kaum buruh, tapi pro kepada investor,” sesal Rusdi.

Salah satunya adalah melalui 14 paket kebijakan. Menurut Rusdi, melalui kebijakan itu upah di Indonesia harus ditekan dalam rangka untuk menarik investor. Baginya teori, jika investor datang, maka akan terciptalah lapangan pekerjaan adalah omong kosong. 

 

“Katanya, kalau investor datang kemudian duit datang, maka terciptalah lapangan pekerjaan bulshit, upah ditekan 8 persen. Udah tahu salah dan menyengsarakan, tapi diulangi lagi melalui omnibuslaw,” kata Rusdi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement