Rabu 08 Dec 2021 17:09 WIB

PKS tak Setuju RUU TPKS Disahkan Selama Zina dan LGBT Juga tidak Dilarang

RUU ini disebut mengatur persetujuan seks yang berpotensi menghadirkan seks bebas.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Anggota Baleg Fraksi PKS Al Muzammil Yusuf tak setuju RUU TPKS untuk disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR. Alasannya, RUU ini disebut mengatur persetujuan seks atau sexual consent yang berpotensi menghadirkan seks bebas.
Foto: istimewa
Anggota Baleg Fraksi PKS Al Muzammil Yusuf tak setuju RUU TPKS untuk disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR. Alasannya, RUU ini disebut mengatur persetujuan seks atau sexual consent yang berpotensi menghadirkan seks bebas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf menyatakan tak setuju Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR. Alasannya, RUU ini disebut mengatur persetujuan seks atau sexual consent yang berpotensi menghadirkan seks bebas.

"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak hasil panja tersebut untuk dilanjutkan ke dalam tahap selanjutnya," ujar Al Muzammil dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU TPKS, Rabu (8/12).

Baca Juga

PKS, kata Al Muzammil, tegas tak akan menyetujui RUU TPKS berdiri sebagai undang-undang. Selama di dalamnya belum mengatur larangan tentang perzinahan dan penyimpangan seksual, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

"Hal tersebut tidak sesuai dengan nilai Pancasila, budaya, dan norma agama yang dianut bangsa Indonesia. Maka Fraksi PKS menolak RUU TPKS sebelum didahului adanya pengesahan larangan perzinahan dan LGBT yang diatur dalam undang-undang yang berlaku," ujar Al Muzammil.

Ia menjelaskan, pasal-pasal terkait kesusilaan dan kekerasan seksual sudah dibahas dalam RKUHP oleh Komisi III DPR. Namun urung disahkan, karena polemik dari hadirnya pasal penghinaan terhadap presiden.

"Maka kami anggap apa yang kita lakukan sekarang menyisakan satu norma berbahaya, yaitu aspek nonkekerasan menjadi satu yang tidak diatur. Kalau tidak diatur artinya itu menjadi sesuatu yang ditolerir, tidak ada sanksi," ujar Al Muzzammil.

"Kami sangat mendukung upaya untuk mencegah tindak pidana kekerasan seksual, tapi kita tidak boleh menyisakan satu ruang yang menjadi concern sila pertama Pancasila," sambungnya.

Sebelumnya, Ketua panitia kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya menjelaskan, RUU ini tak menghalalkan seks bebas seperti yang disebut sejumlah pihak. Bahkan, RUU ini tak mencantumkan persetujuan seks atau sexual consent di dalamnya.

"Kami menyusun RUU ini dengan penuh kecermatan dan berbasis sosio-kultural. Jadi kata-kata sexual consent itu tidak ada dalam RUU ini," ujar Willy di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/11).

Ia menjelaskan, RUU TPKS disebutnya berbeda dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Permendikbud) Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Di mana di dalamnya mencantumkan sexual consent.

"Itu mispersepsi, nanti teman-teman bisa lihat, kita tidak memuat sexual consent sama sekali. Ini berbeda dengan Permendikbud, jadi publik tidak usah khawatir," ujar Willy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement