REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan suap Azis Syamsuddin menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi dari dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Majelis hakim juga mengingatkan kepada terdakwa agar tidak melakukan upaya-upaya pendekatan kepada majelis hakim untuk mencoba meringankan perkara korupsi yang sedang ia jalani.
"Apakah saudara dan penasihat hukum saudara akan mengajukan keberatan? Silahkan konsultasi sekarang," kata majelis hakim menanyakan hasil dakwaan yang dibacakan JPU KPK pada sidang perdana Azis di PN Jakarta Pusat, Senin (6/12).
Tim penasihat hukum terdakwa lalu menjawab tidak akan melakukan eksepsi. "Setelah kami berdiskusi dengan saudara terdakwa terkait dakwaan ini, kami menyatakan tidak menggunakan hak eksepsi dalam perkara ini, dan bisa dilanjutkan dalam pemeriksaan pembuktian," kata kuasa hukum terdakwa.
Setelah jawaban eksepsi dari pihak terdakwa, tak lama kemudian, hakim juga mengingatkan agar selama proses pembuktian, pihak terdakwa Azis Syamsuddin menjalani semua proses persidangan secara baik.
"Tidak usah berpikir untuk ikut mengurus-urus perkara saudara. Apalagi kalau berpikir untuk melakukan pendekatan ke majelis hakim, mohon itu tidak dilakukan," tegas Hakim.
Apabila perkara terdakwa terbukti, hakim menegaskan akan menyatakan terbukti, begitu juga sebaliknya. Karena itu, terdakwa diminta mengonsultasikan dengan tim kuasa hukum tanpa perlu membuat jalur 'konsultasi' lain di luar prosedur hukum.
Sebelumnya Pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, Azis Syamsuddin menjadi tersangka tunggal dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Lampung Tengah. Azis diduga mencoba menghubungi mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju untuk menutup perkara yang menjeratnya dbersama politikus Partai Golkar Aliza Gunado.
Robin meminta uang ke Azis untuk membantunya menutup perkara di KPK. Robin dibantu pengacara Maskur Husain dalam melancarkan aksinya. Robin diduga berkali-kali menemui Azis untuk menerima uang. Duit itu diberikan tiga kali. Uang yang diberikan yakni 100 ribu dolar Amerika, 17.600 dolar Singapura, dan 140.500 dolar Singapura.
Uang asing itu selalu ditukarkan ke rupiah usai diserahkan Azis ke Robin. Robin dan Maskur diduga telah menerima Rp 3,1 miliar dari Azis. Kesepakatan awalnya, Azis harus memberikan Rp 4 miliar untuk menutup kasus.