Jumat 03 Dec 2021 07:57 WIB

Keadilan Rizieq Shihab: Jalan Terjal Penegakan Hukum 2021

Selama tahun 2021 penegakan hukum penuh nuansa keganjilan kepada Habib Riziek

Habib Riziek tiba di Bandara Soekarno Hatta dengan isambut ribuan massa sepulang dari Arab Saudi beberapa waktu silam. (ilustrasi)
Foto:

 

Kasus lain yang menimpa HRS adalah peristiwa penembakan di tol Cikampek KM 50. Sebuah tragedi kemanusiaan atas hilangnya nyawa 6 (enam) anak bangsa anggota FPI. Banyak pihak mengecam dan mengutuk tindakan tersebut. Masalah hilangnya nyawa 6 (enam) orang warga sipil oleh aparatur kepolisian di luar proses hukum dan pengadilan (extra judicial killing) sangat berpotensi melanggar HAM Berat. Apalagi tindakan kekerasan dengan menggunakan senjata api oleh petugas kepolisian bukanlah tanpa regulasi. Penggunaannya diikat oleh prinsip kepatutan dan proporsionalitas. Setidaknya didasarkan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri dan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan.

Hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM, meskipun FPI menolak hasil rekomendasi tersebut dan mengusulkan dibentuk tim independen untuk menguak tabir peristiwa extra judicial killing yang mengerikan itu.    

Sulit diingkari bahwa kasus HRS adalah cermin besar digdayanya politik balas dendam. Hukum yang harusnya menjadi panglima di negeri ini dibuat tunduk pada daulat kekuasaan. Pengadilan sebagai benteng terakhir para pencari keadilan-pun seolah hanya alat legitimasi kepentingan kuasa. Mengingatkan pesan sang Begawan Hukum Progresif, Satjipto Raharjo, bahwa pengadilan harusnya menjadi rumah keadilan (hall of justice) bukan  rumah penjagalan (slaughter house). 

Fenomena yang terbentang di atas sekaligus mencerminkan krisis kepemimpinan dan keteladanan pada ranah penegakan hukum. Kita surplus aparat hukum, tapi minus penegak hukum. Di tengah situasi itu, kita mendamba para figur pimpinan di setiap lembaga penegak hukum untuk berdiri tegak memberikan teladan profetik, sembari memberikan arah dan ketegasan sikap dalam memimpin penegakan hukum sebagaimana rel yang digariskan konstitusi. Saatnya kita memutus mata rantai politik dan kekuatan extra judicial lainnya dalam penegakan hukum. Agar hukum kembali berdaulat sesuai fitrahnya dan menutup ruang politik balas dendam. Sebagaimana  pesan Mahatma Gandhi, “jika mata dibalas dengan mata, maka dunia akan gelap gulita”.  Wallahu A’lam Bishawab. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement