Kamis 02 Dec 2021 01:25 WIB

Partai Perkasa Ungkap Tiga Cara Lawan Presidential Threshold

Ketum Partai Perkasa menegaskan PT 20 persen bukan hanya soal hukum, tapi politik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Hakim MK Anwar Usman (tengah) bersama Hakim MK Maria Farida Indrati (kiri), dan Hakim MK Saldi Isra meninggalkan ruangan Sidang Uji Materi Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (3/8).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Hakim MK Anwar Usman (tengah) bersama Hakim MK Maria Farida Indrati (kiri), dan Hakim MK Saldi Isra meninggalkan ruangan Sidang Uji Materi Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Pergerakan Kebangkitan Desa (Partai Perkasa) Eko Suryo Santjojo mengungkap tiga cara melawan penerapan Presidential Threshold (PT) di Pilpres 2024. Ia menekankan PT merupakan bentuk kesewenangan yang bertentangan dengan kedaulatan rakyat.

Pertama, Eko menyarankan amendemen UUD 1945 dengan memasukkan pasal DPD beri calon presiden alternatif. Menurutnya, DPD punya hak yang sama dengan parpol guna mencalonkan presiden.  

Baca Juga

"Tinggal bagaimana mekanismenya nanti diatur," kata Eko dalam diskusi Aliansi Kekuatan Rakyat Berdaulat (AKRAB) pada Rabu (1/12).

Langkah kedua, Eko menyarankan mencabut aturan PT lewat perubahan Undang-Undang Kepemiluan. Ketiga, ia menganjurkan terus menggugat PT ke Mahkamah Konstitusi hingga berhasil.

"Uji ke MK sudah 11 kali diajukan. Tapi dibatalkan dan ditolak MK semua. Pintu MK memang dibuka tapi hasilnya enggak tahu," ujar Eko.

Eko menekankan PT hingga 20 persen bukan cuma masalah hukum, tapi politik. Sehingga solusinya perlu berasal dari segi politik juga.

"Cara UU (kepemiluan) diubah ini masalah parlemen. Tapi belum tentu karena ada kepentingan. Harus ada upaya negosiasi, lobi dengan para ketum parpol itu. Selama Ketum parpol belum ada action apapun ya susah," ujar Eko.

Di sisi lain, Eko mengingatkan Indonesia dibangun berdasarkan azas perikemanusiaan yang adil dan beradab. Ia menuding upaya menghalangi potensi anak bangsa untuk memimpin lewat PT merupakan hal yang bertentangan dengan azas di atas.

"Kita masuki kehidupan berbangsa yang tidak perikemanusiaan yang adil dan beradab dengan PT 20 persen. Bayangkan nasib bangsa ke depan. Ini harus ditolak karena tindakan yang tidak mencerminkan grundnorm (norma dasar)," ucap Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement