REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan. A, Fauziah Mursid
Salah satu rencana besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemerintahannya adalah reformasi birokrasi. Pada akhir November 2019, Jokowi bahkan melontarkan wacana radikal yakni, agar urusan tetek bengek birokrasi ke depannya dikerjakan oleh artificial intelligence (AI) alias robot.
"Saya sudah perintahkan juga ke Menteri PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara) agar birokrasi diganti dengan artificial intelligence, kalau diganti artificial intelligence birokrasi kita lebih cepat saya yakin itu," kata Jokowi pada November 2019.
Sekitar dua pekan usai pernyataan pertamanya itu, Jokowi kembali menyampaikan, Indonesia butuh sistem birokrasi yang cepat, sederhana, dan tak bertele-tele. Dia pun yakin bahwa penggantian Eselon III dan IV dengan robot bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan.
Menurut Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama pada Badan Kepegawaian Negara (BKN), Satya Pratama, transformasi digital birokrasi sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Digitalisasi dilakukan pada sektor layanan publik maupun pada manajemen PNS.
"Sebenarnya upaya digitalisasi telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir. Seiring dengan situasi yang tidak pasti dan kompleks plus pandemi Covid-19, maka transformasi tersebut dipercepat," kata Satya kepada Republika, Senin (29/11).
Satya menjelaskan, upaya transformasi digital birokrasi ini bisa terlihat dari jumlah PNS yang terus menurun. Mengutip buku statistik ASN per Juni 2021, jumlah PNS aktif tahun ini sebanyak 4.081.824 orang. Turun drastis jika dibandingkan pada 2015 silam, yakni 4.593.604 orang.
Penurunan itu, kata Satya, terjadi karena jumlah rekrutmen PNS lebih kecil dibanding jumlah abdi negara yang pensiun setiap tahunnya. Adapun posisi atau jabatan yang kosong digantikan dengan penggunaan teknologi informasi (TI) dan digitalisasi pelayanan publik.
"Pekerjaan yang sifatnya administratif, rutinitas dan repetitif serta memiliki prosedur operasi standar yang jelas, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat digantikan dengan teknologi," ungkap Satya.
Transformasi digital ini, kata dia, akan terus dilakukan. Tetapi, bukan berarti semua PNS akan digantikan oleh robot cerdas.
"Jadi ke depannya, formasi PNS akan tidak gemuk, karena penggunaan IT dan digitalisasi pelayanan publik ini," kata dia.
Ketika ditanya berapa jumlah PNS nantinya setelah transformasi digital ini rampung, Satya tak menyebutkan angka pastinya. Dia menyebut, jumlah PNS nantinya akan ditentukan oleh perencanaan di setiap kementerian/lembaga.
Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Zudan Arif Fakrullah menanggapi, pergantian fungsi PNS oleh mesin atau robot hanya bisa di beberapa pekerjaan yang bersifat mekanistik dan rutin. Namun, Zudan menyebut lebih banyak pekerjaan tidak bisa digantikan oleh robot atau mesin saat ini.
Baca juga : Robot Bisa Ganti Kurir Hingga Patroli Polisi di Masa Depan?
"Mungkin pengawas jalan raya, patroli bisa digantikan CCTV, tapi dalam banyak hal, banyak yang tidak bisa tergantikan. Karena yang terkait dengan empati, terkait dengan kerja sama, terkait dengan kemanusiaan itu sampai saat ini belum bisa tergantikan oleh robot atau mesin," kata Zudan dalam keterangannya, Rabu (1/12).
Karena itu, Zudan menilai rencana pergantian fungsi ini tidak serta merta menghilangkan fungsi PNS, khususnya PNS berkualitas. Karena, banyak fungsi PNS dalam beberapa pekerjaan seperti pengelolaan keuangan, penanggulangan bencana, pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan oleh mesin.
Untuk itu, Zudan pun menilai wacana pergantian ini sebagai motivasi untuk para ASN lebih berkualitas.
"PPS yang berkualitas tidak akan tergantikan oleh robot ataupun mesin. Tetapi kalau PNS yang nggak berkualitas, ya pastilah tergantikan. Ini untuk memotivasi dan memacu para ASN agar menjadi ASN yang berkualitas," kata Zudan yang juga Dirjen Dukcapil Kemendagri itu.
View this post on Instagram