REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Komisaris PT Adimulya Agrolestari Frank Widjaja. Pemeriksaan ini terkait dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). KPK pun mendalami catatan keuangan perusahaan guna mendalami aliran uang dalam pengurusan izin dimaksud.
"Yang bersangkutan hadir dan menjelaskan antara lain terkait dengan pencatatan keuangan dari PT AA (Adimulia Agrolestari)," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (30/11).
Ali menjelaskan, dana tersebut diyakini mengalir ke tersangka Andi Putra (AP). Kata dia, tersangka bupati Kuansing itu juga diduga menerima uang suap dari pihak terkait lainnya.
Pemeriksaan dilakukan pada Senin (29/11) lalu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Pemeriksaan dilakukan lantaran penyidik KPK memerlukan keterangan Frank Widjaja guna melengkapi berkas perkara Andi Putra.
Dalam perkara ini KPK telah menetapkan Andi Putra bersama General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR) sebagai tersangka. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT Adimulia Agrolestari yang sedang mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir pada 2024.
Salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan. Adapun lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan tersebut terletak di Kabupaten Kampar, Riau. Di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.
Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan kepada Andi Putra dan meminta kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan. Selanjutnya, Sudarso dan Andi Putra bertemu.
Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp 2 miliar.
Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp 500 juta. Selanjutnya pada Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang sekitar Rp 200 juta kepada Andi Putra.