Ahad 28 Nov 2021 06:08 WIB

Pakar Tuding Pemerintah DPR Salah Tafsir Soal UU Cipta Kerja

Pemerintah dan DPR diminta jalankan putusan MK soal UU Cipta Kerja.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan tersebut, namun demikian UU Cipta Kerja harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Saldi Isra (kanan) memimpin sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan tersebut, namun demikian UU Cipta Kerja harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, meminta Pemerintah dan DPR serius melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja diputus MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 hingga perlu diperbaiki.

Feri menyayangkan Menteri Airlangga Hartanto yang memaknai putusan MK  bahwa UU Cipta Kerja dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 2 tahun. Menurutnya, pendapat itu tidak sesuai dengan putusan MK, baik Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dan No 6/PUU-XIX/2021 (cluster uji formil) serta Nomor 103/PUU-XVIII/2020 (cluster uji materil).

Baca Juga

"Putusan harus dijalankan oleh pemerintah dan DPR dengan benar. Bukan ditafsirkan dapat dilaksanakan 2 tahun, sekali lagi diperbaiki dalam 2 tahun," kata Feri kepada Republika, Sabtu (27/11).

Feri menilai UU Cipta Kerja tak dapat diterapkan selama berstatus inkonstitusional bersyarat. Ia mendasarkan pendapatnya atas frasa MK yang memerintahkan melakukan perbaikan selama 2 tahun di mana juga dijelaskan dalam putusan uji materil.

"Sudah sangat terang benderang bahwa pemerintah tidak boleh melakukan tindakan/kebijakan sampai diperbaikinya UU Cipta Kerja. Jadi 2 tahun itu bukan untuk diterapkan tetapi 2 tahun itu untuk memperbaiki," ujar Feri.

Feri juga memandang pemaksaan pelaksanaan UU Cipta Kerja dapat berarti Pemerintah dan DPR mengingkari MK selaku lembaga hukum tertinggi negara. Ia menyinggung konsekuensi hukum bagi mereka yang melanggar putusan itu.

"Jika dipaksakan pelaksanaan (UU Cipta Kerja) seluruh tindakan atau kebijakan maka akan batal demi hukum. Bahkan dapat berkonsekuensi pidana korupsi jika merugikan keuangan negara, cacat administratif dan dapat digugat perdata," ucap Feri.

Diketahui, MK menyatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Namun MK memerintahkan kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَّغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْۗ وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْۚ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰٓى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔاۗ وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ
Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah.

(QS. Al-Hajj ayat 5)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement