REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Angka kasus positif Covid-19 yang terus menurun disertai penurunan Level Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tampak menumbuhkan kembali gerak perekonomian masyarakat. Namun, meski ekonomi perlahan pulih, sejumlah ketertinggalan harus dikejar karena pandemi ini telah memberikan dampak yang amat luas, bukan hanya dari sisi kesehatan dan ekonomi. Dalam masa pandemi Covid-19, berbagai bentuk ketidaksetaraan makin mengemuka dan menyebabkan kesenjangan dampak dari pandemi tersebut.
Tantangan atas kesetaraan gender yang memang masih menjadi pekerjaan rumah bahkan sebelum masa pandemi, makin menunjukkan rupanya dalam hampir dua tahun terakhir ini, termasuk di dunia kerja. Indonesia diketahui menempati peringkat ke-101 dalam Global Gender Gap Index 2021 oleh World Economic Forum.
International Labor Organization (ILO) mencatat pada tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19, di Indonesia hanya 52 persen perempuan yang dipekerjakan dibandingkan dengan 72 persen laki-laki. Sejak penyebaran Covid-19, diperkirakan 82 persen perempuan melakukan pekerjaan informal, dibandingkan dengan 74 persen laki-laki pada tahun 2020. Kurangnya perlindungan sosial bagi mereka dengan pekerjaan informal semakin meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap krisis Covid-19.
Berangkat dari situasi ini, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) mengadakan dialog intergenerasional bertajuk “Dunia Kerja di Masa Pandemik COVID-19: Menapaki Kembali Jalur Kesetaraan Gender di Tempat Kerja” pada Selasa (23/11). Dialog intergenerasional yang dilaksanakan secara daring dan dihadiri oleh lebih dari 680 audiens ini bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan gender di dunia kerja melalui dialog antara berbagai pemangku kepentingan yang turut hadir dalam acara.
kata Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti mengatakan, norma gender berkontribusi pada terbentuknya persepsi tentang perempuan dan laki-laki, dan stereotipe pemimpin menjadi penghambat perempuan, dan laki-laki untuk berkarier dan menduduki posisi atau peran-peran tertentu dalam dunia kerja.
"Melalui dialog ini, Plan Indonesia ingin mengajak seluruh pemangku kepentingan ekonomi dan bisnis untuk bersama-sama menyuarakan dukungan bagi perempuan, terutama perempuan muda, untuk dapat bekerja sesuai dengan minat dan bakatnya, dan menapaki karir dalam lingkungan kerja yang bukan hanya memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki tetapi juga secara nyata membantu mengurangi hambatan-hambatan bagi perempuan untuk bekerja dan memimpin,” kata dia.
Direktur SDM & Hukum Semen Indonesia sekaligus Ketua Srikandi BUMN Tina T. Kemala Intan mengatakan, budaya yang setara dan inklusif merupakan hal yang sangat penting diwujudkan dalam lingkungan kerja, tidak terkecuali di BUMN.
“Seperti yang disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Bapak Erick Thohir, Kementerian BUMN menargetkan perempuan menduduki 15% posisi direksi BUMN pada 2021 dan meningkat menjadi 25% pada 2023. Hal ini merupakan salah satu bagian dari transformasi SDM BUMN dalam mewujudkan kesetaraan kepemimpinan,” kata Tina.
Melalui Srikandi BUMN, kata dia, pihaknua terus berupaya menjalankan program-program peningkatan kepemimpinan perempuan dan pemberdayaan perempuan di lingkungan BUMN. Menurut dia, ini adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan tidak ada diskriminasi terhadap perempuan.
"Kami secara intens berkolaborasi dengan para stakeholders seperti pemerintah, sektor swasta, LSM serta masyarakat untuk memajukan kesetaraan gender dalam praktik bisnis. Kami berharap melalui Dialog Intergenerasional ini, kita dapat memperkuat komitmen terhadap terwujudnya kesetaraan gender di Indonesia,” papar Tina.
General Manager Human Capital Kimia Farma dan Perkawilan Srikandi BUMN Hastuti Assauri, menyampaikan, pihaknya menyadari bahwa kesetaraan gender masih menjadi pekerjaan rumah bagi banyak instansi perusahaan. Srikandi BUMN berkomitmen untuk terus mendorong terwujudkan kesetaraan gender.
Sejalan dengan visi dan misi Srikandi BUMN, ia yakin bahwa keterlibatan perempuan di dunia kerja tidak hanya mampu mendorong inklusifitas dan menunjukkan bahwa perempuan dapat memimpin, terlebih lagi, upaya ini dapat memberi makna dan mendorong peningkatan kinerja suatu perusahaan.
Dalam dialog ini, selain mendiskusikan tantangan yang dihadapi oleh perempuan untuk berkarir dan memimpin, berbagai rekomendasi bagi sektor usaha untuk menciptakan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender serta kepemimpinan perempuan di dunia kerja juga telah didiskusikan. Berbagai upaya ini mencakup affirmative action, pelatihan, jam kerja yang fleksibel, maternity dan paternity leave, dan lainnya.
Chief of Kumparan Woman Fitria Sofyani mengatakan, untuk mendorong kesetaraan gender, edukasi terhadap masyarakat luas menjadi hal yang penting. Di sinilah, kata dia, pentingnya peranan media untuk melakukan edukasi pada masyarakat terkait kesetaraan gender.
"Saya berharap ke depannya akan semakin banyak percakapan serta edukasi tercipta yang mengajak perusahaan untuk menciptakan kebijakan yang mendorong perempuan Indonesia untuk terus maju dan memimpin," ujar dia.
Direktur Komunikasi, Hubungan Publik, dan Keberlanjutan L’Oréal Indonesia,Melanie Masriel, mengungkapkan, pihaknya memiliki payung kebijakan yang memastikan adanya inklusivitas gender dalam lingkungan kerja salah satunya, yaitu share and care yang mencakup fasilitas kesehatan seperti kesehatan mental.
"Adanya berbagai kebijakan perusahaan yang berpihak pada perempuan seperti maternity leave selama 16 minggu, child care, training parenting, ruang laktasi, dukungan psikososial bagi perempuan, serta banyak lainnya," kata dia.