Selasa 16 Nov 2021 18:09 WIB

Penembakan Anggota FPI, Pengendali Operasi Hingga CCTV Mati

Sidang Lanjutan Penembakan Anggota FPI ungkap ada pewira pengendali operasi

Rep: Bambang Noroyono  / Red: Bayu Hermawan
Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI)
Foto:

Saksi lain yang dihadirkan dalam sidang tersebut, ada tiga petugas PT Jasa Marga. Salah satunya, adalah Yoga Tri Anggoro yang diketahui selaku Direktur Operasional PT Jasa Marga Toll Road Operator yang mengawasi kinerja perangkat rekaman jalanan bebas hambatan, atau Toll CCTV. Dalam kesaksiannya, ia mengatakan kepada majelis hakim, bahwa jumlah CCTV sepanjang Km 2 sampai 72, ada sebanak 123 unit. Akan tetapi, sejak Ahad (6/12),  kondisi CCTV di sepanjang Km 49 sampai 72 itu, mendadak bermasalah sejak sore.  

"CCTV pada saat kejadian terkait perkara ini, kami mendapatkan laporan kerusakan. Bahwa CCTV dari kilometer 49 sampai kilomter 72 itu dalam kondisi offline," ujar Yoga. 

Selama ini, kata dia, seluruh CCTV di sepanjang tol tersebut, dapat merekam gambar 24 jam nonsetop, dan mengirimkan perekaman ke server yang berada di wilayah Bekasi. Akan tetapi, dikatakan dia, sejak Ahad (6/12) sore, seluruh CCTV dari Km 49 sampai 72, tak dapat merekam gambar di lapangan. Padahal, dikatakan dia, semua CCTV dalam kondisi menyala. 

"Kami melaporkan kondisi itu ke vendor untuk perbaikan," ujar Yoga.

Upaya untuk mencari penyebab kerusakan tersebut, pun baru diketahui pada keesokan harinya. "Dari laporan, ternyata adanya gangguan fiber optik di kilometer 48," ujar Yoga. 

Yoga mengaku, tak mengetahui pasti apa penyebab dari gangguan fiber optik tersebut. Karena kata dia, penyebab gangguan tersebut beragam. Yang pasti, dikatakan dia, kondisi CCTV Km 49 sampai 72 baru dapat pulih normal pada Senin (7/12), sekitar jam empat sore. 

"Jadi kondisinya pada saat itu, CCTV secara fisik on (menyala), tetapi gambar tidak bisa terekam, dan tidak bisa disampaikan ke server," jelas Yoga.

Dalam kasus pembunuhan enam anggota Laksar FPI, JPU hanya mendakwa dua terdakwa. Yakni Briptu Fikri, dan Ipda Yusmin. Sedangkan Ipda Elwira, dinyatakan tewas dalam kecelakan meskipun statusnya sebagai tersangka. Dalam dakwaan, dua anggota Resmob Polda Metro Jaya itu, dituduh membunuh enam anggota Laskar FPI di Km 50 Tol Japek, Senin (7/12) 2020. 

Peristiwa tersebut buntut dari aksi para anggota kepolisian yang melakukan pembuntutan terhadap rombongan HRS dari Megamendung, sampai menuju ke arah Purwakarta. Mereka yang ditembak mati adalah, Andi Oktiawan (33 tahun), dan Faiz Ahmad Syukur (22). Empat lainnya Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Muhammad Reza (20), dan Luthfi Hakim (25), serta Muhammad Suci Khadavi (21). 

Enam anggota Laskar FPI tersebut, adalah para pengawal rombongan HRS. Saat kejadian, keenam anggota Laskar FPI tersebut mencoba menghalang-halangi aksi pembuntutan terhadap HRS yang dilakukan para terdakwa, dan anggota kepolisian. Aksi penghalang-halangan tersebut, berujung pada aksi saling serang, dan penembakan mati terhadap keenamnya. 

Dari hasil visum terhadap enam jenazah yang dituangkan dalam dakwaan, sedikitnya ada 19 peluru tajam yang bersarang di tubuh korban, dengan masing-masing minimal dua sampai empat tembakan. Atas tuduhan tersebut, JPU mendakwa Briptu Fikri, dan Ipda Ohorella dengan sangkaan pembunuhan berlapis. Yakni dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. 

Sangkaan tersebut, terkait dengan ancaman penjara 7 sampai 15 tahun, terkait pembunuhan, dan penganiyaan yang menyebabkan orang lain kehilangan nyawa. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement