REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) akan terus melakukan upaya pengejaran terhadap obligor atau debitur guna membayar utang kepada negara. Mahfud pun memerintahkan Ketua Satgas BLBI untuk menyita aset milik obligor atau debitur yang belum memenuhi kewajibannya.
"Jadi ini perintah agar segera disita aset-asetnya," kata Mahfud dalam konferensi pers secara daring, Senin (8/11).
Mahfud menyebut, penyitaan aset itu pun dapat dilakukan jika obligor atau debitur tidak mau memenuhi panggilan Satgas BLBI. Pemanggilan ini untuk memastikan kapan dan bagaimana membayar utangnya kepada negara. Dia mengatakan, penyitaan tersebut, yakni aset jaminan dan harta kekayaan lain, baik berupa tanah, bangunan, saham, perusahaan, hingga nantinya akan ada langkah-langkah pembatasan keperdataan.
"Banyak itu nanti pembatasan keperdataan misalnya hak kredit di bank, bepergian ke luar negeri, dan sebagainya, masih banyak yang bisa dilakukan," ujarnya.
Selain itu, Mahfud juga memerintahkan Ketua Satgas BLBI untuk mengirim surat pemberitahuan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjalin kerja sama dengan obligor atau debitur. "Untuk menjelaskan bahwa yang bersangkutan tidak menunjukkan itikad baik memenuhi kewajibannya kepada negara," tutur Mahfud.
Ketua Pengarah Satgas BLBI ini menjelaskan, saat ini dalam upaya penagihan utang BLBI, tidak akan ada lagi tawar-menawar. Sebab, menurut dia, proses penagihan utang tersebut berlangsung lambat selama 22 tahun lantaran banyaknya tawar-menawar.
"Kemarin saya katakan, kalau ganti pejabat datang lagi obligornya minta dihitung ulang, bahwa itu salah, ini salah, kumpulkan dokumen lagi. Belum selesai dihitung, pejabatnya ganti, dia datang lagi minta nego lagi, tidak selesai-selesai. Kita sekarang harus tegas, ambil ini," tegas dia.