Selasa 02 Nov 2021 13:08 WIB

Demokrat Serang Balik Hasto: Manusia Ahistoris, Caleg Gagal

Andi Arief menyebut Hasto caleg yang gagal ke Senayan tiba-tiba menjadi sekjen PDIP.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Foto: Istimewa
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro, Rizky Suryarandika, Fauziah Mursid

Baca Juga

Elite Partai Demokrat mulai melancarkan serangan balik terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Serangan balik itu setelah Hasto sebelumnya menyindir pemerintahan era Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan bahkan menyediakan beasiswa bagi studi perbandingan era SBY dan Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Andi Arief menyebut Hasto sebagai manusia ahistoris dalam demokrasi. Ia menyebut, Hasto baru bergabung dengan PDIP saat partai tersebut besar.

"Hasto, manusia ahistoris dalam demokrasi, gabung PDIP di saat senang, bukan saat partai susah," ujar Andi dalam Twitter-nya yang dikonfirmasi Republika pada Selasa (2/11).

Bahkan, ia menyebut Hasto sebagai calon legislator yang gagal melenggang ke parlemen. Namun, ia justru tiba-tiba menjadi sekretaris jenderal partai berlambang kepala banteng itu.

"Gagal ke DPR, tetiba jadi sekjen. Kelihaiannya menjilat dan menjadikan Partai Demokrat hilang, tidak hancur meski terus dipacul, tidak bubar malah makin menyebar," ujar Andi.

Di samping itu, ia membandingkan Hasto dengan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang dapat terpilih sebagai anggota DPR. Hal yang tidak bisa dilakukan saat ini.

"Kini ingin menyamakan dirinya atau mensejajarkan dirinya dengan elite politik nasional berpengalaman. Orang kalah sering beralasan curang atau kurang logistik," ujar Andi.

Republika sudah meminta tanggapan Hasto soal pernyataan Andi Arief via Twitter ini, namun belum mendapatkan respons. Hasto belakangan memang kerap menyindir, bahkan melempar tudingan pada pemerintahan era SBY.

"Menurut Marcus Mietzner dari bulan Juni 2008 sampai Februari 2009, Pak SBY itu membelanjakan 2 miliar US dollar untuk politic populism. Ini kan beban bagi APBN ke depan," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Senin (1/11).

Sebelumnya, Hasto juga menyebut pemerintahan SBY terlalu banyak rapat, tetapi tidak menghasilkan keputusan.

"Pak Jokowi punya kelebihan dibanding pemimpin yang lain. Beliau adalah sosok yang turun ke bawah, yang terus memberikan direction, mengadakan ratas (rapat kabinet terbatas) dan kemudian diambil keputusan di rapat kabinet terbatas. Berbeda dengan pemerintahan 10 tahun sebelumnya, terlalu banyak rapat tidak mengambil keputusan," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (21/10).

Baca juga : Departemen Keuangan AS Berencana Pinjam 1 Triliun Dolar AS

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement